Oleh Ariady Achmad (Politisi Senior Partai Golkar, Mantan Anggota DPR RI dan Sahabat Dekat Gus Dur pada hari Kamis, 14 Nov 2024 - 18:01:57 WIB
Bagikan Berita ini :

Badai Kecil Golkar dan Bahlil yang Jumawa

tscom_news_photo_1731582117.jpg
(Sumber foto : Istimewa)

Golkar adalah partai politik yang memiliki jejak panjang dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Jatuh bangun, pahit getir telah dilalui sehingga menjadi salah satu partai politik yang matang dan mapan. Setidaknya selalu berada di papan atas kompetisi politik atau Pemilu.

Ada value, fatsoen maupun perilaku yang tertanam pada siapapun yang bergulat dan berada dalam lingkungan Golkar. Ada yang bisa dibaca dengan mata telanjang. Ada pula yang hanya bisa dilihat dan dirasakan karena pengalaman panjang sebagai insan yang menjiwai karya dan kekaryaan.

Sering kali Golkar dinilai sebagai parpol "saham terbuka" dan paling demokratis. Sehingga seakan siapapun dengan jumawa bisa menguasai dan memanfaatkan sesuai keinginan dan kepentingannya. Namun, jika tidak cermat dan hati-hati bisa salah tebak dan berujung tragedi.

Setidaknya, uraian diatas untuk menggambarkan sekaligus mengingatkan Golkar dengan Ketua Umum Bahlil Lahadalia. Belum seumur jagung, kepemimpinannya mulai muncul badai kecil. Apapun ini adalah bukti bahwa faksi, jaringan ataupun perkawanan belum bisa diselesaikan dengan tuntas yang jika tidak hati-hati bisa menjadi badai besar.

Mengabaikan kader adalah kesalahan fatal. Sebab, meski tidak lagi berada dalam struktur kepengurusan DPP, misalnya, kader memiliki jaringan, terhubung perkawanan ataupun bagian faksi yang tetap eksis dalam naungan sekaligus menjaga dan mewarnai Golkar.

Sebagai pemimpin, apalagi Ketua Umum, Adinda Bahlil harus berada di titik pusat atau epincentrum kehidupan Golkar. Hal ini, bukan saja untuk mengajak dan mewadahi kanan dan kiri, serta atas dan bawah namun juga agar tetap terjaga saat ada tekanan dari atas dan bawah maupun dari kanan dan kiri.

Pesan pentingnya adalah agar Adinda Bahlil hendaknya jangan jumawa. Sebab, berada di epicentrum artinya menekankan dialog, power sharing dan membangun kompromi. Semua ini agar terhindar dari kutukan peribahasa : naik mimbar tanpa persiapan, akan turun tanpa penghormatan.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Prabowo dan Dilema yang Tidak Mudah Diselesaikan

Oleh Radhar Tribaskoro (Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia)
pada hari Kamis, 14 Nov 2024
Prabowo Subianto berada di persimpangan jalan yang kompleks dalam hubungannya dengan Joko Widodo (Jokowi) dan Gibran Rakabuming. Kedua figur ini, terutama Gibran yang dikenal dengan julukan Fufufafa, ...
Opini

Terjebak Cengkraman Asing, Prabowo dan Semangat Malari

Protes mahasiswa tahun 1974, yang puncaknya pada 15 Januari 1974  dikenal sebagai Peristiwa 15 Januari atau disingkat "MALARI", adalah tonggak perlawanan terhadap dominasi asing, ...