JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI) Mayjen TNI (p) TB Hasanuddin menggelar kegiatan Penyerapan Aspirasi Masyarakat (Asmas) bertemakan Hubungan Pusat dan Daerah, Selasa (17/12/ 2024).
Dalam kunjungan kerjanya, TB Hasanuddin menyoroti, pentingnya memperkuat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam dialog bersama masyarakat, ia menekankan bahwa kemajuan daerah merupakan fondasi bagi keberhasilan pembangunan nasional, sehingga sinergi antara pemerintah desa, daerah, dan pusat harus terus diperkuat.
TB Hasanuddin mendengarkan aspirasi masyarakat terkait berbagai kendala yang sering dihadapi desa, seperti keterbatasan anggaran, minimnya akses terhadap program pusat, serta kebutuhan pelatihan untuk aparatur desa.
Ia menjelaskan, bahwa pemerintah pusat memiliki banyak program yang dirancang untuk mendukung pembangunan desa, tetapi sering kali kurang efektif karena kurangnya koordinasi atau informasi yang tidak tersampaikan dengan baik ke tingkat desa.
"Desa adalah ujung tombak pembangunan nasional. Kita harus memastikan desa tidak hanya menjadi penerima kebijakan, tetapi juga mitra aktif dalam perencanaan dan pelaksanaannya," ujar TB Hasanuddin.
Ia juga mendorong para kepala desa untuk lebih proaktif mengakses program-program pusat, seperti Dana Desa, bantuan pertanian, hingga program digitalisasi desa. Menurutnya, kolaborasi yang erat akan memastikan kebutuhan masyarakat desa benar-benar terakomodasi dalam kebijakan nasional.
Melalui dialog ini, TB Hasanuddin berkomitmen untuk menjadi penghubung antara desa dan pusat, membawa aspirasi masyarakat Sumedang ke tingkat nasional, sekaligus memastikan kebijakan yang dihasilkan lebih berdampak bagi pembangunan desa. "Hubungan yang kuat antara desa dan pusat adalah kunci untuk menciptakan Indonesia yang maju dan merata," pungkasnya.
Hasanuddin menjelaskan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah menjamin efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat; menata manajemen pemerintahan daerah yang lebih responsive, akuntabel, transparan, dan efesien serta menata keseimbangan tanggung jawab antar tingkatan/susunan pemerintahan dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan.
“Undang-undang tersebut juga menata pembentukan daerah agar lebih selektif sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah dan enata hubungan pusat dan daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia,” beber politisi PDI Perjuangan ini.
Hasanuddin juga memaparkan terkait definisi Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Ia mengungkapkan desentralisasi adalah pemindahan kekuasaan politik, tanggung jawab, dan sumber daya ke pemerintah lokal atau organisasi masyarakat sipil yang independen, yang mewakili kepentingan dan aspirasi lokal (Smoke, 1999).
Sementara Desentralisasi menurut Friedmann diartikan sebagai proses yang melibatkan transfer kekuasaan, otoritas, dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal, yang memungkinkan partisipasi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan (Friedmann, 1992).
Otonomi daerah adalah pemindahan wewenang pengambilan keputusan, tanggung jawab, dan sumber daya oleh pemerintah pusat kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah, biasanya pemerintah daerah (Bird, 2000).
Hasanuddin juga menjelaskan soal Fase Desentralisasi di Indonesia.
Ia mengatakan sentralisasi adalah Pemerintah pusat memiliki kontrol penuh terhadap kebijakan dan daerah hanya berperan sebagai pelaksana kebijakan pusat tanpa memiliki otonomi yang signifikan.
“Kemudian Desentralisasi adalah Penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah. Pemerintah terus memperluas kewenangan daerah dalam berbagai sektor, termasuk ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup,” ungkapnya.
Lebih jauh ia mengatakan soal pengaturan Hubungan Pusat dan Daerah dalam UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui dan memberikan dasar hukum bagi pemberian otonomi kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan; menetapkan prosedur dan kriteria untuk pembentukan daerah otonom, baik dalam bentuk provinsi, kabupaten, atau kota
“UU ini menyebutkan kewenangan pemerintah daerah yang meliputi otonomi khusus, otonomi umum, dan tugas perbantuan; mengatur tentang perencanaan pembangunan daerah yang meliputi penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah dan rencana kerja pemerintah daerah. UU ini juga menetapkan mekanisme pengawasan terhadap pemerintah daerah oleh pemerintah pusat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mendorong kerjasama antar daerah dalam bentuk pembentukan kawasan metropolitan, kawasan aglomerasi, dan pengembangan wilayah lintas batas daerah,” jelasnya.
Ia juga memaparkan, tantangan-tantangan dalam Hubungan Pusat-Daerah yakni kesenjangan yang signifikan dalam hal sumber daya antara pemerintah pusat dan daerah, tantangan dalam mengatasi perbedaan kepentingan, visi, dan prioritas antara pusat dan daerah.
“Tidak semua pemerintah daerah memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola otonomi yang diberikan,” ungkap Sekretaris MPR RI ini.
Hasanuddin juga mengungkapkan bagaimana cara mengatasi berbagai tantangan dalam Hubungan Pusat dan Daerah, diantaranya pelibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan, komunikasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara daerah satu dengan yang lainnya.
“Lalu juga memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Audit keuangan, evaluasi kinerja, dan transparansi harus ditingkatkan untuk memastikan penggunaan dana publik yang efisien dan efektif,” pungkas legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat 9 (Sumedang, Majalengka dan Subang) ini.