Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 27 Des 2024 - 17:28:49 WIB
Bagikan Berita ini :

Perlu Didalami Dugaan Keterkaitan Hakim Agung Syamsul Maarif dkk dengan Kasus SuapRp 200 Miliar Zarof Ricar

tscom_news_photo_1735295329.jpg
Gedung MA (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Refleksi Akhir Tahun 2024 Mahkamah Agung (MA) bertema ”Integritas Kuat, Peradilan Bermartabat”, yang disampaikan Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. Sunarto, S.H, M.H., Jumat (27/12), ternodai oleh terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang dilakukan Hakim Agung Syamsul Maarif, S.H., LL.M, Ph.D, dkk. Mereka adalah majelis hakim yang menangani perkara No. 1362/PDT/2024.

Alih-alih mengundurkan diri, karena sebelumnya pernah mengadili perkara terkait, Syamsul Maarif dkk malahan nekat memutus perkara pada 16 Desember 2024, hanya dalam rentang waktu 29 (dua puluh sembilan) hari. ”Padahal tebal berkas perkara mencapai tiga meter dan termuat dalam lima koper. Tidak mungkin dapat dibaca dalam tempo secepat itu oleh tiga hakim agung,” kata Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie kepada awak media di Jakarta, Jumat (27/12), dalam catatan akhir tahunnya, menyoroti Mahkamah Agung RI yang masih menjadi sarang mafia.

Terkait itu, lanjut Jerry Massie, demi integritas yang kuat dan peradilan bermartabat – seperti tema Refleksi Akhir Tahun MA – Ketua Mahkamah Agung RI diminta untuk menyatakan putusan tersebut tidak sah dan batal demi hukum, berdasarkan pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009. Sekaligus, memerintahkan Badan Pengawasan (Bawas) MA untuk bekerja sama dengan KPK memeriksa adanya dugaan suap di balik putusan tersebut.

”Tidak mungkin ada hakim mau membunuh kariernya sendiri, kalau tidak ada dugaan suap. Refleksi Akhir Tahun 2024 harus menjadi momentum bagi lembaga MA untuk membuktikan kemauan politiknya dalam membasmi mafia peradilan,” tegas Jerry.

Tidak Sah, Minta MA Adili Kembali

Sebagaimana riuh diwartakan, pada 23 Desember 2024, seorang advokat bernama Nur Asiah, kuasa hukum Marubeni Corporation, menyurati Ketua MA Sunarto perihal Putusan Perkara No. 1362 PK/PDT/2024 yang ia sebut tidak sah karena melanggar pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga patut diadili kembali. Padahal, sebelumnya, pada 10 Desember 2024 melalui surat No. 115-A/NR-L&P-LT/XII/2024, Nur Asiah telah mengajukan hak ingkar terhadap susunan majelis hakim agung dalam perkara No. 1362/PDT/2024, yang notabene pernah mengadili perkara yang berkaitan.

Hal ingkar merujuk pada pasal 17 ayat (1) dan (2) UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi: ”(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. (2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya”.

Nur Asiah meminta Ketua MA menyatakan tidak sah dan batal demi hukum terhadap Putusan Perkara No. 1362 PK/PDT/2024, dengan dasar ketentuan pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009 yang berbunyi: ”Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Komposisi majelis hakim agung yang menangani Perkara No. 1362 PK/PDT/2024, adalah Ketua Majelis Syamsul Maarif dengan Anggota I Lucas Prakoso dan Anggota II Agus Subroto. Hakim Agung Syamsul Maarif dipersoalkan, karena pernah menangani perkara terkait sebagai Ketua Majelis Perkara No. 697 PK/2022 jo No. 63/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst dan Ketua Majelis Perkara No. 887PK/2022 jo No. 373/Pdt.G.2010/PN.Jkt.Pst.

Sedangkan Lucas Prakoso pernah menangani perkara terkait sebagai Anggota Majelis Perkara No. 667 PK/2022 jo No. 63/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst dan Anggota Majelis Perkara No. 887 PK/2022 jo No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst. Hal itu berbanding terbalik dengan integritas luar biasa yang ditunjukkan dua hakim agung lainnya, yakni: I Gusti Agung Sumanatha dan Hamdi, yang mengajukan pengunduran diri dari perkara tersebut karena pernah menangani perkara terkait sebelumnya.

Siasat Ngemplang Utang: Bikin Gugatan Baru

Menurut Jerry Massie, berdasarkan penelitian lembaganya, Perkara No. 1362 PK/PDT/2024 adalah perkara yang terkait dengan perkara sebelumnya. Merupakan gugatan akal-akalan PT Garuda Panca Artha milik Gunawan Yusuf, yakni perkara-perkara No. 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, No. 470/Pdt.G/2010/Jkt.Pst dan No. 18/Pdt.G/2010/Jkt.Pst, yang diduga dijadikan siasat untuk ngemplang utang kepada Marubeni Group sebesar USD 160,367,783.03.

Padahal, pada 2009, dalam perkara induk sengketa antara PT Garuda Panca Artha melawan Marubeni Corporation dkk, Gunawan Yusuf yang merupakan pemilik PT Markindo Group sejatinya sudah kalah telak. Hal itu tertuang dalam putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Berdasarkan dua putusan kasasi tersebut, pada pokoknya PT Garuda Panca Artha diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada Marubeni Corporation sebesar USD 160,367,783.03.

Namun Gunawan Yusuf tidak menyerah. Ia mendaftarkan sekaligus empat gugatan baru, dengan memanfaatkan asas ius curia novit, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di mana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.

Dalam empat gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sama dengan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). PT Sugar Group Company sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat aksesoris dan mengada-ada.

Berawal Saat Gunawan Menang Lelang

Kasus perdata yang telah berumur 23 tahun itu sendiri bermula ketika Gunawan Yusuf, melalui PT Garuda Panca Artha (GPA), pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang yang diselenggarakan BPPN atas PT Sugar Group Company (SGC), aset milik Salim Group, secara as is (kondisi apa adanya) dengan nilai Rp 1,161 triliun. Ketika akan dilelang, semua peserta lelang – termasuk GPA – telah diberitahu segala kondisi SGC tentang aktiva, pasiva, utang dan piutangnya.

SGC yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang sebesar USD 160,367,783.03 kepada Marubeni Group. Secara hukum, utang tersebut tentu menjadi tanggung jawab GPA selaku pemegang saham baru SGC.

Persoalan muncul ketika Gunawan Yusuf menolak membayar utang SGC. Ia malah menuduh utang sebesar itu merupakan hasil rekayasa bersama antara Salim Group dengan Marubeni Group. Namun, dalam putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009, majelis hakim agung MA menolak mentah-mentah dalil Gunawan. Karenanya, SGC tetap harus membayar utang tersebut kepada Marubeni Group dan PT Mekar Perkasa.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menegaskan, tuduhan rekayasa bersama Salim Group dengan Marubeni Group tidak mengandung unsur kebenaran. Sudah begitu, tuduhan rekayasa tersebut justru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya, berdasarkan bukti surat tertanggal 21 Februari 2003.

Surat itu pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang, dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian utang (haircut). Ketidakbenaran tuduhan rekayasa itu diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang intinya Gunawan Yusuf menawarkan penyelesaian kewajiban dengan menerbitkan promissory note senilai USD 19 juta.

Berdasarkan uraian fakta di atas, Jerry Massie menduga, salah satu sumber uang setoran yang diterima mantan pejabat MA Zarof Ricar sebesar Rp 200 miliar, sebagaimana catatan yang ditemukan penyidik Pidsus Kejagung RI dan telah diungkap Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, patut diduga berasal dari setoran perkara-perkara No. 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 6 April 2020, No.142/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 6 April 2020, dan No. 232/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 3 Desember 2020, yang berlanjut pada perkara kasasi No. 1362/PDT/2024.

”Terjawab sudah, mengapa Hakim Agung Syamsul Maarif dkk, selaku majelis yang menangani perkara No. 1362/PDT/2024 tidak mau mengundurkan diri. Penyidik Pidsus Kejagung RI harus mendalami hipotesa ini,” pungkas Jerry Massie.

Ketika diminta tanggapan usai penutupan acara Refleksi Akhir Tahun 2024, Ketua MA Sunarto menyampaikan agar wartawan meminta konfirmasi kasus tersebut kepada Kepala Biro Hukum dan Humas MA Dr. H. Soebandi, S.H, M.H. Namun, saat dihubungi, Soebandi malah minta wartawan menghubungi Hakim Agung Dr. Yanto, S.H., M.H. ”Saya sedang cuti. Nanti Senin ya, cek ke bagian kepaniteraan perdata,” ujar Dr. Yanto, S.H,, M.H, yang Juru Bicara MA itu.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement