Oleh Ariady Achmad pada hari Jumat, 07 Feb 2025 - 17:47:43 WIB
Bagikan Berita ini :

Oligarki, Hukum, dan Keseimbangan Sosial: Membangun Ruang Demokrasi yang Sehat

tscom_news_photo_1738925263.jpeg
(Sumber foto : )

Di balik wajah manis dan retorika pembangunan, oligarki di Indonesia semakin menunjukkan wajah aslinya: dominasi ekonomi yang diperkuat oleh kekuasaan politik, sering kali dengan mengorbankan hak-hak masyarakat. Kasus seperti konflik lahan di Pulau Rempang, Kohod, dan berbagai daerah lainnya menyoroti bagaimana kepentingan investasi sering kali mengabaikan keadilan sosial. Jika praktik semacam ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin ketimpangan akan semakin melebar dan stabilitas sosial terganggu.

Oligarki dan Kapitalisme Kroni: Pembangunan atau Eksploitasi?

Dalam teori ekonomi politik, oligarki sering kali dikaitkan dengan kapitalisme kroni, yaitu sistem di mana segelintir elite ekonomi memiliki akses istimewa terhadap sumber daya dan kebijakan negara. Mereka mendapatkan keuntungan dari regulasi yang menguntungkan, proyek strategis nasional (PSN), serta hubungan dekat dengan penguasa.

Di atas kertas, investasi besar yang mereka bawa diklaim menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, realitas di lapangan sering kali bertolak belakang. Penggusuran paksa, kriminalisasi warga yang menolak, hingga lemahnya kompensasi bagi masyarakat terdampak menunjukkan bahwa pembangunan sering kali berjalan dengan mengorbankan mereka yang tidak memiliki akses terhadap kekuasaan.

Penegakan Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas?

Salah satu faktor utama yang memungkinkan oligarki terus bertindak sewenang-wenang adalah lemahnya penegakan hukum. Dalam banyak kasus, hukum lebih sering tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Perusahaan besar atau pemodal kuat sering lolos dari sanksi hukum, meskipun terlibat dalam kasus perampasan tanah, perusakan lingkungan, atau pelanggaran hak asasi manusia.

Sebaliknya, masyarakat yang mempertahankan hak mereka justru menghadapi intimidasi hukum, mulai dari kriminalisasi hingga tindakan represif aparat negara.


Ketidakadilan ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum dan negara. Jika dibiarkan, hal ini dapat mendorong eskalasi konflik sosial yang lebih luas.

Mengoptimalkan Peran Partai Politik dan Masyarakat Sipil

Menghadapi dominasi oligarki, partai politik dan masyarakat sipil seharusnya menjadi pilar utama dalam menjaga keseimbangan sosial.

1. Reformasi Partai Politik: Dari Alat Oligarki ke Representasi Rakyat

Partai politik harus kembali ke fungsi utamanya sebagai wakil rakyat, bukan sekadar kendaraan politik bagi oligarki. Beberapa langkah yang perlu dilakukan:

Mendorong transparansi dalam pendanaan partai, agar mereka tidak bergantung pada oligarki yang memiliki kepentingan bisnis.

Menguatkan kaderisasi politik berbasis meritokrasi, sehingga lahir pemimpin yang berintegritas dan berpihak pada rakyat.

Mengoptimalkan fungsi legislasi dan pengawasan, untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan segelintir elite.


2. Masyarakat Sipil sebagai Pengawas Demokrasi

Di sisi lain, masyarakat sipil harus terus aktif dalam mengawal kebijakan publik dan menekan oligarki agar bertindak lebih bertanggung jawab.

Meningkatkan literasi hukum dan hak-hak warga, agar masyarakat bisa melawan ketidakadilan dengan cara yang sah.

Memanfaatkan media independen dan jurnalisme investigatif untuk mengungkap praktik-praktik oligarki yang merugikan rakyat.

Membangun gerakan sosial yang berkelanjutan, sehingga tekanan publik terhadap kebijakan yang tidak adil tetap terjaga.


3. Membangun Ruang Dialog Sosial yang Sehat

Konflik antara kepentingan ekonomi dan hak masyarakat sering kali muncul karena kurangnya komunikasi dan keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, forum dialog sosial harus diperkuat sebagai sarana penyelesaian masalah yang lebih beradab dan demokratis. Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat perlu duduk bersama dalam suasana yang transparan untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak.

Kesimpulan: Menyeimbangkan Pembangunan dan Keadilan Sosial

Dominasi oligarki dalam ekonomi dan politik bukan sekadar masalah ketimpangan, tetapi juga ancaman bagi keseimbangan sosial dan stabilitas demokrasi. Jika partai politik tetap tunduk pada kepentingan elite ekonomi, dan masyarakat sipil kehilangan daya kritisnya, maka oligarki akan semakin sulit dikendalikan.

Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas, penguatan norma sosial, serta ruang dialog yang sehat harus terus dipelihara. Hanya dengan cara inilah kita bisa memastikan bahwa pembangunan benar-benar membawa manfaat bagi semua, bukan hanya segelintir kelompok yang memiliki akses terhadap kekuasaan.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Optimalisasi Sistem Bikameral di Indonesia: Tantangan dan Solusi.

Oleh DR Chudry Sitompul,Praktisi dan Pengamat Hukum.
pada hari Jumat, 07 Feb 2025
Sistem politik Indonesia menganut sistem bikameral, yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di bawah naungan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Namun, ...
Opini

SURAT TERBUKA: Emas Sebagai Cadangan Strategis Nasional Kepada Presiden Republik Indonesia, Jenderal (Purn) Prabowo Subianto

Yang Terhormat Presiden Republik Indonesia, Emas telah menjadi pilar fundamental dalam sejarah peradaban manusia, tidak hanya sebagai komoditas bernilai tinggi, tetapi juga sebagai instrumen ...