JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dinilai terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga kepercayaan publik dengan memperkuat transparansi dan akuntabilitas di dalam lembaga legislatif. Hal ini terlihat dengan upaya DPR yang tak segan berbenah saat mendapat kritikan, termasuk saat muncul narasi salah terkait amplop suap di tengah rapat kerja beberapa waktu lalu.
Pakar Komunikasi Politik, Ari Junaedi menilai langkah-langkah DPR untuk terus berbenah dan tanggap menjawab keraguan publik itu sebagai bukti DPR adalah institusi yang berkomitmen mengawal demokrasi.
"Komitmen DPR untuk menjaga marwah parlemen yang transparan, akuntabilitas dan etika adalah bentuk tanggungjawabnya sebagai institusi dari representasi rakyat," ungkap Ari Junaedi, Selasa (18/5/2025).
Ari mengapresiasi Komisi VI DPR yang merespons cepat narasi yang berkembang di publik saat isu ada amplop suap dari Pertamina ketika rapat berlangsung.
“Masyarakat memang harus langsung mendapatkan klarifikasi yang jelas. Dengan demikian di era keterbukaan ini, baik publik maupun DPR bisa mendapatkan umpan balik yang setara. Publik bisa meneguhkan kepercayaannya kepada DPR dan DPR bisa menunjukkan komitmennya dalam mengawal demokrasi," tutur Pengajar Pascasarjana The London School of Public Relations Institute itu.
Ari menilai, DPR mampu menjadikan insiden yang baru-baru ini ramai sebagai peluang untuk semakin memperkuat integritas kelembagaan. DPR pun disebut mampu memastikan bahwa setiap anggotanya menjalankan tugas dengan profesionalisme dan tanggung jawab penuh.
“Dan publik juga harus mendapat literasi yang benar mengenai kerja-kerja parlemen di era penyebaran informasi melalui media sosial yang tidak utuh,” sebut Ari.
Sebelumnya, potongan video rapat Komisi VI DPR bersama PT Pertamina yang menampilkan seorang anggota DPR berbatik kuning menerima amplop cokelat sempat menuai sorotan publik. Komisi VI DPR menegaskan narasi yang menyertai video tersebut merupakan fitnah.
Potongan video rapat Komisi VI DPR dengan Pertamina pada Selasa (11/3) viral di media sosial dengan dibumbui narasi yang mempertanyakan apakah amplop tersebut uang sogokan. Pengunggah cuplikan rapat menyoroti anggota DPR berbatik kuning yang ternyata adalah anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron saat menandatangani dokumen lalu menyimpan amplop cokelat ke bawah mejanya.
Rupanya, amplop cokelat yang diambil Herman Khaeron adalah uang dinas. Saat sedang rapat, pihak sekretariat DPR meminta Herman Khaeron untuk menandatangani surat perintah perjalanan (SPPD) sambil menyerahkan uang dinas yang menjadi hak anggota DPR.
Terkait hal ini, Ari menilai DPR memang sering menjadi target disinformasi lewat potongan-potongan video tidak utuh yang di media sosial.
“Di era sekarang ini, persoalan informasi yang tidak utuh cenderung menjadi disinformasi yang ditanggapi publik dengan reaktif. Tanpa mengkonfirmasi kebenaran, publik kerap cepat memvonis tanpa mau melakukan verifikasi kesahiannya,” terang Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama tersebut.
“Tentu saja persoalan ini semakin menjadi tantangan dan lecutan bagi DPR untuk terus berbenah dan terus mau dikritik oleh publik," imbuh Ari.
Apalagi, Ari melanjutkan, masyarakat seringkali melakukan pengawasan terhadap DPR sebagai bentuk kepedulian sehingga kerja-kerja anggota dewan juga akan berdampak terhadap DPR sebagai institusi.
"Adagium publik senang mengkritik karena mereka memiliki kepedulian agar parlemen menjadi baik hendaknya terus diingat oleh insan-insan parlemen,” ucapnya.
“Jika anggota Dewan telah bekerja maksimal tentu publik akan memberikan apresiasi tetapi jika ada anggota Dewan menciderai kepercayaan publik tentu imbasnya tidak saja kepada anggota Dewan yang bersangkutan tetapi juga menyangkut DPR sebagai kelembagaan," tambah Ari.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR Andre Rosiade mengatakan anggapan bahwa Komisi VI menerima suap dari Pertamina adalah narasi sesat. Ia juga meminta Herman Khaeron memberikan klarifikasi soal amplop cokelat tersebut demi menghindari fitnah.
“Itu menandatangani SPPD itu soal perjalanan dinas. Kebetulan amplopnya belum diambil. Minggu lalu perjalanan dinasnya, baru kemarin ditandatangani dan diambil,” ungkap Andre Rosiade, Rabu (12/3).
Hal senada juga ditegaskan oleh Herman Khaeron.
"Memang ada sekretariat karena saya belum mengambil SPPD di minggu lalu, saya tidak sempat karena saya pimpinan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN DPR) yang saya juga harus bertugas di sana," kata Herman.
"Maka ya saya tidak pernah ada pemikiran jelek, tidak pernah ada berpikir apa pun, saya menandatangani di sini (ruang Komisi VI) dan saya terima SPPD saya di meja sini dengan batik baju kuning," imbuhnya.
Saat memberikan klarifikasi, Herman juga menyinggung upaya mengganggu perjuangan melawan mafia migas.
"Jadi kalau kemudian muncul tiba-tiba di medsos dibuatkan seolah-olah terjadi rapat dengan sesuatu hal yang disebutkan oleh mereka itu, menurut saya itu adalah fitnah yang keji. Itulah menurut saya perlawanan-perlawanan proxy terhadap kekuatan kita yang ingin memperbaiki bangsa dan negara, terutama Pertamina pada waktu kemarin kita rapat dengan mereka," tukasnya.