Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 01 Agu 2025 - 07:18:05 WIB
Bagikan Berita ini :

Kudeta Sunyi di Tubuh Golkar? Saat Nusron Menguat, Bahlil Terjepit

tscom_news_photo_1754007485.jpeg
Bahlil Lahadalia (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Arah angin politik di tubuh Partai Golkar mulai berubah. Di balik wajah tenang rapat-rapat resmi, aroma kudeta diam-diam menyusup ke ruang-ruang elite. Nama Nusron Wahid mencuat perlahan tapi pasti, sementara Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Golkar yang masih sah, mulai ditinggal satu per satu oleh konstelasi kekuasaan.

Isu Munaslub (Musyawarah Nasional Luar Biasa) menguat. Narasinya belum dibuka secara terang-terangan, namun gerakan di bawah permukaan mulai menunjukkan arah yang jelas. Golkar sedang bersiap ganti nahkoda.

Bahlil selama ini dikenal sebagai loyalis Presiden Jokowi. Tapi di era transisi kekuasaan ke pemerintahan Prabowo Gibran, loyalitas masa lalu bukan lagi jaminan untuk bertahan. Justru, bisa menjadi beban. "Dia terlalu Jokowi untuk zaman Prabowo," ujar seorang pengurus DPP Golkar yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ungkapan ini bukan sekadar kritik, tapi sinyal bahwa kultur kekuasaan sudah berubah. Dan Bahlil, dengan segala pencapaiannya sebagai Menteri Investasi, mulai dinilai tidak lagi seirama dengan ritme baru politik nasional.

Sementara itu, Nusron Wahid, tokoh senior yang lama berkecimpung di struktur partai dan dekat dengan kekuatan lama Orde Baru, mulai mengisi ruang kosong yang ditinggal Bahlil. Ia tidak berteriak. Ia tidak menggugat. Tapi ia hadir di pertemuan yang tepat, dengan orang-orang yang tepat, pada waktu yang sangat tepat. Dalam logika politik Golkar, manuver sunyi seperti ini seringkali lebih mematikan daripada seruan terbuka. Nusron tak sedang membangun pencitraan. Ia membangun kepercayaan internal. Dan itu lebih berbahaya.

Beberapa sumber menyebut bahwa pembahasan Munaslub telah terjadi secara informal. Bahkan sebagian menyebut nama-nama alternatif Ketua Umum sudah mulai dibicarakan di luar struktur. Tidak banyak, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa skenario perubahan sudah disusun. Pemicunya? Bukan hanya faktor eksternal, tapi juga evaluasi terhadap kinerja Bahlil, baik di pemerintahan maupun di internal partai. Kasus gas melon 3kg, polemik perizinan usaha, hingga ketidakmampuan menjaga soliditas struktur daerah menjadi alasan yang diperbincangkan di balik layar.

Sejak era Suharto, Golkar dikenal bukan sebagai partai ideologis, tapi partai yang mampu bertahan dengan menyesuaikan diri terhadap kekuasaan. Dalam DNA politik Golkar, relevansi adalah segalanya. Dan ketika seorang ketua mulai dinilai tak lagi relevan, maka restu akan beralih, cepat atau lambat.

Jika Munaslub benar terjadi dalam waktu dekat, maka publik akan menyaksikan bagaimana politik tanpa keributan bisa menggulingkan kekuasaan secara sah, namun tetap penuh intrik. Partai Golkar sedang mengalami fase krusial.

Antara mempertahankan status quo atau bersiap menyambut sosok baru yang lebih adaptif dengan peta kekuasaan nasional. Dan dalam skenario ini, Bahlil dan Nusron bukan hanya dua nama, tapi dua poros masa depan. Satu mewakili loyalitas terhadap masa lalu, satu lainnya simbol kompromi terhadap masa depan.

Kita belum tahu siapa yang akan memimpin. Tapi yang pasti, kudeta di Golkar tak butuh suara tinggi. Cukup kalkulasi dingin dan konsensus diam-diam.

tag: #bahlil-lahaladia  #partai-golkar  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement