JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Seorang pria yang diduga sebagai makelar kasus, Ferry Yanto Hongkiriwang, kembali jadi sorotan. Ini terjadi setelah orang kepercayaan Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia itu diduga memicu kegaduhan di sebuah hotel mewah di Jakarta pada Jumat, 25 Juli 2025 lalu.
Peristiwa bermula ketika Ferry terlibat adu mulut dengan salah satu tamu di area café hotel. Manajemen hotel telah berupaya melerai dengan bijak dan menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan. Namun, Ferry justru membawa persoalan ini lebih jauh dengan menghadirkan oknum dari lembaga lain ke dalam pusaran keributan tersebut.
“Ferry dengan sengaja menciptakan keributan yang merugikan operasional hotel hingga ratusan juta rupiah,” kata seorang manajemen hotel yang enggan disebutkan identitasnya kepada wartawan, Rabu, 30 Juli 2025..
Sumber tersebut juga menyampaikan bahwa meski permasalahan sudah selesai, Ferry bersikeras ingin mendapatkan rekaman CCTV dari area hotel. Hal itu diduga untuk digunakan sebagai alat tekanan terhadap pihak lain.
Keesokan harinya, Sabtu, 26 Juli 2025, manajemen hotel dikejutkan dengan permintaan dari pihak kepolisian terkait dugaan orang hilang. Polda Metro Jaya disebut meminta seluruh data dan rekaman CCTV dari berbagai titik hotel, namun tidak disertai Surat Perintah Sita, sehingga pihak hotel menolak.
Tak berselang lama, Ferry Yanto Hongkiriwang dilaporkan telah diamankan oleh aparat kepolisian. Pihak hotel mendukung langkah tersebut dan mendesak agar aparat hukum membongkar praktik makelar kasus yang diduga selama ini dilakukan Ferry tanpa tersentuh hukum.
Menanggapi peristiwa tersebut, pengamat hukum pidana Dedy Hariyadi Sahrul menegaskan bahwa tidak boleh ada orang yang merasa kebal hukum di negeri ini.
"Tidak ada yang kebal hukum di republik ini. Negara kita berdasarkan hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan kekuasaan (machtstaat)," kata Dedi kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
Oleh karenanya Dedi mendukung penegakan hukum tanpa pandang bulu. Termasuk terhadap Ferry Yanto Hongkiriwang yang disebut-sebut juga dekat dengan Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
"Segala sikap main hakim sendiri (eigenrechting) adalah sangat bertentangan dengan hukum," jelasnya.
Dedi tidak menampik jika nama Ferry kerap disebut sebagai makelar kasus yang menggunakan cara-cara manipulatif. Ia kerap mengangkat isu hukum terhadap perusahaan yang secara legal tak memiliki masalah. Kemudian ia memelintir fakta, membesar-besarkan isu, dan berujung pada pemerasan terhadap pengusaha. Modus operandi seperti ini telah menjadi pola yang digunakan Ferry dalam menjalankan peran sebagai makelar kasus, terutama di sektor swasta dan proyek investasi dalam negeri.
"Siapapun itu harus segera ditindak oleh aparat penegak hukum," kata Dedi sembari meminta agar hukum tegas dan tidak boleh pandang bulu.