JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyoroti masih maraknya insiden keracunan makan bergizi gratis (MBG) yang dialami sejumlah siswa di beberapa daerah. Ia meminta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mengubah pola pengadaan MBG bagi siswa, salah satunya dengan melibatkan sekolah.
"Kasus keracunan MBG yang dialami para siswa belum juga berhenti kendati BGN mengklaim sudah melakukan evaluasi dan meningkatkan pengawasan. Nyatanya dalam sepekan terakhir saja, lebih dari 300 siswa di Sragen, Jateng dan di Sleman, DIY, menjadi korban keracunan dari program andalan pemerintah ini," kata Charles Honoris, Kamis (14/8/2025).
Seperti diberitakan, ratusan siswa dan guru di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, serta 90 murid di dua sekolah di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengalami keracunan setelah menyantap menu MBG.
Melihat kasus keracunan MBG yang tak kunjung berhenti, Charles mendesak BGN untuk tidak hanya mengevaluasi sistem yang berjalan, tetapi juga mengubah sistem dengan memangkas rantai pasok pengadaan MBG sehingga makanan yang sampai ke tangan siswa adalah makanan yang segar atau fresh.
"Teknisnya adalah dengan mengembalikan pengadaan MBG ke sekolah masing-masing," tutur Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Jaminan Sosial itu.
Dengan anggaran yang sediakan, Charles mengatakan sekolah dapat diberi tanggung jawab untuk mengadakan MBG dengan salah satu opsinya menggunakan metode prasmanan. Makanan yang disajikan ke siswa pun masih hangat dan fresh jika menggunakan metode seperti ini.
"Tidak ada lagi SPPG yang memproduksi massal ribuan paket dalam sehari. Sebab hampir semua kasus keracunan disebabkan oleh makanan basi yang tidak terpantau karena terlalu banyaknya produksi oleh SPPG," ungkap Charles.
"Ini juga membuktikan SPPG yang didirikan secara mendadak belum siap untuk memproduksi makanan secara massal," sambung Legislator dari Dapil DKI Jakarta III tersebut.
Charles juga mendorong keterlibatan pemerintah daerah dalam menjalankan program MBG. Ia menegaskan, BGN sebagai representasi pemerintah pusat harus membuat SOP dan melakukan pengawasan untuk memastikan sistem yang dibuatnya dijalankan dengan baik oleh pemerintah daerah.
"Sementara, Dinas Kesehatan setempat bertugas memastikan kelayakan dan kebersihan dapur. Dalam memasak, sekolah bisa melibatkan orang tua murid yang sudah terbiasa masak untuk anak-anaknya," ungkap Charles.
Pimpinan Komisi Kesehatan DPR ini pun menyinggung anggaran yang telah disiapkan untuk program MBG tahun depan, yakni sebesar lebih dari Rp 300 triliun. Dengan pola penyediaan MBG melalui sekolah, menurut Charles, maka pemerintah juga bisa menghemat anggaran karena memotong rantai pasokan makanan dan dapat diberikan secara langsung ke siswa.
"Dengan rantai pasok yang pendek, pemerintah justru bisa lebih menghemat anggaran,” sebutnya.
“Karena tidak ada lagi biaya pengemasan karena makanan disajikan prasmanan, dan siswa penerima manfaat lebih terhindar dari potensi keracunan," tutup Charles.