Oleh Sahlan Ake pada hari Kamis, 11 Sep 2025 - 13:30:38 WIB
Bagikan Berita ini :

Ketum SOKSI Ali Wongso Tentang Menkeu Baru: Segera Transformasi Penerimaan Negara Berbasis SDA Demi Sejahterakan Rakyat

tscom_news_photo_1757572238.jpg
Ali Wongso Sinaga Ketua Umum SOKSI (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Umum SOKSI ,Ir. Ali Wongso Sinaga merespons positif Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya sebagai momentum penting bagi pemerintah untuk melakukan segera transformasi keuangan negara terutama dalam penerimaan negara.

Sejak kemerdekaan hingga kini, pola penerimaan negara dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih lebih condong bertumpu pada penerimaan langsung dari rakyat berupa pajak rakyat dan bea cukai ketimbang mengoptimalkan penerimaan negara berbasis sumberdaya alam strategis. Pola ini sangat rentan terhadap potensi meningkatnya beban pajak rakyat dan hutang negara sebagaimana faktanya selama ini.

Padahal, Pasal 33 UUD 1945 dengan tegas mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal ini mencakup antara lain pertambangan, energi, perikanan, hingga perkebunan, dengan pola kemitraan yang menghadirkan negara bukan hanya sebagai pemungut pajak, melainkan sebagai pelaku sekaligus regulator utama.

Pola penerimaan negara yang lemah selama puluhan tahun ini ditambah maraknya korupsi dan inefisiensi selama inilah yang membuat paradoks Indonesia yang kaya raya sumberdaya lamnya tetapi rakyatnya masih menderita miskin, sebagaimana dalam Buku “Paradoks Indonesia” tulisan Pak Prabowo tahun 2017 lampau.

"Oleh karena itu, arah kebijakan fiskal ke depan harus menggeser orientasi penerimaan negara dari sekadar basis pajak menuju basis pengelolaan sumber daya alam (SDA) strategis demi sejahterakan rakyat," katanya kepada media pada kamis sore (11/09/2025) di Jakarta.

Mengakhiri Pola Kolonial di Pertambangan
Dalam sektor pertambangan mineral dan batubara, praktik yang berjalan selama ini masih mewarisi pola kolonial. Negara hanya mendapat royalti, pajak dan PNBP dengan kontrol yang terbatas dan bahkan sering kali tidak transparan sementara keuntungan utama dinikmati korporasi besar.

Pola ini harus diubah menjadi kemitraan strategis antara negara dan korporasi, termasuk koperasi rakyat. Prinsip kemitraan harus dibangun di atas asas profesionalitas, keterbukaan, dan saling menguntungkan. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah pembagian hasil bersih (profit sharing) 50:50 setelah biaya produksi dan royalti berikut pajak.

Dengan begitu, penerimaan negara akan meningkat drastis, tidak hanya bergantung pada royalti yang kecil dan pajak.
Negara dapat hadir melalui lembaga khusus, misalnya Danantara dengan BUMN profesional bermitra dengan badan usaha swasta atau koperasi yang kredibel secara profesional. Dengan koordinasi Menkeu dan Menteri terkait, model ini akan membuka ruang penerimaan baru yang jauh lebih besar dan berkeadilan.

Energi, Perikanan, dan Perkebunan
Selain minerba, sektor energi juga harus direvitalisasi. Produksi minyak dan gas yang terus menurun serta ketergantungan impor energi harus dijawab dengan pengelolaan strategis. Negara perlu hadir dalam eksplorasi, produksi, dan distribusi energi secara aktif, bukan sekadar mengandalkan kontraktor asing.

Sektor perikanan juga memiliki potensi luar biasa. Selama ini, kerugian akibat illegal fishing mencapai ratusan triliun rupiah per tahun. Dengan penguatan armada pengawasan, tata kelola berbasis koperasi nelayan, dan kemitraan dengan industri pengolahan, penerimaan negara dari sektor ini bisa meningkat signifikan.

Sementara itu, sektor perkebunan yang selama ini dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar perlu diintegrasikan ke dalam sistem kemitraan. Negara bersama BUMN dan koperasi harus menjadi aktor langsung dalam rantai pasok, sehingga nilai tambah tidak lari ke luar negeri.
Peran Menkeu: Koordinasi dan Kontrol
Menkeu Purbaya menghadapi tantangan besar sekaligus peluang emas untuk merombak postur fiskal.

Koordinasi lintas sektor sangat penting agar pengelolaan SDA benar-benar menjadi sumber utama penerimaan negara.

Tugas Menkeu bukan hanya mengatur angka APBN, tetapi memastikan bahwa arus penerimaan negara dari SDA masuk secara optimal, transparan, dan akuntabel. Untuk itu, dibutuhkan mekanisme pengawasan berlapis :
Pertama, Pengawasan internal oleh BPK dan Inspektorat Jenderal.

Kedua, Keterlibatan publik melalui social control agar masyarakat dapat ikut mengawasi penggunaan SDA.
Ketiga, Audit transparan berbasis teknologi digital untuk menutup ruang manipulasi laporan keuangan perusahaan.

Dampak bagi APBN dan Rakyat
Transformasi penerimaan negara berbasis SDA akan membawa paling kurang empat keuntungan strategis yaitu:
Pertama, Mengurangi beban pajak rakyat, karena negara memperoleh pemasukan besar dari hasil bumi.

Kedua, Menambah ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan subsidi pangan-energi.
Ketiga, Menguatkan kedaulatan ekonomi nasional, karena negara tidak lagi bergantung pada utang luar negeri atau tekanan investor asing.

Keempat, Mendistribusikan keuntungan SDA lebih adil, melalui keterlibatan koperasi dan BUMN yang sehat.

Lebih lanjut, mantan Anggota DPR itu menilai pergantian Menkeu bukan sekadar pergantian personal, melainkan momentum strategis untuk mengembalikan ruh pasal 33 UUD 1945 dalam tata kelola ekonomi nasional.

"Dengan memanfaatkan momentum ini, pemerintah dapat melakukan reformasi fiskal substantif: dari penerimaan pajak menuju penerimaan berbasis pengelolaan SDA strategis. Jika dikelola profesional, adil, dan transparan, Indonesia bukan hanya mampu memperkuat kedaulatan ekonomi, tetapi juga membangun jalan menuju Indonesia Emas 2045 yang mandiri, adil, dan sejahtera," tutupnya.

tag: #soksi  #dpr  #prabowo-subianto  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement