JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menyoroti serius penangkapan dan penetapan dakwaan terhadap dua pria asal Australia yang diduga memasok senjata api dan peralatan militer kepada Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Menurut Hasanuddin, kasus tersebut harus segera direspons oleh pemerintah Indonesia melalui langkah diplomatik dan koordinasi antarlembaga.
“Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra perlu segera menggali informasi lebih dalam mengenai proses peradilan kedua warga Australia itu, sekaligus memfasilitasi upaya pertukaran informasi antara Indonesia dan Australia terkait jejaring serta modus penyelundupan senjata,” tegas Hasanuddin, Minggu (14/9/2025).
Ia juga menekankan peran Polri agar lebih proaktif memanfaatkan kerja sama yang telah terjalin erat dengan kepolisian Australia.
“Perjanjian kerja sama Indonesia–Australia di bidang kepolisian harus segera dioptimalkan, khususnya dalam pertukaran data terkait jaringan dan cara kerja para penyelundup senjata,” tambahnya.
Selain itu, Hasanuddin meminta kementerian dan lembaga terkait untuk memperkuat pengawasan di pintu masuk perbatasan, baik darat, laut maupun udara.
“Kementerian Imigrasi, Dirjen Bea dan Cukai, serta patroli TNI yang bertugas di garis depan pintu perbatasan harus memperketat arus keluar-masuk orang maupun barang. Tidak hanya patroli darat dan laut, patroli udara juga diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan,” ungkapnya.
Diketahui, Kepolisian Australia menangkap dan mendakwa dua pria asal Australia yang diduga memasok senjata api dan peralatan militer dari Australia ke Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), kelompok di balik peristiwa penculikan pilot Selandia Baru bernama Phillip Mehrtens.
Mehrtens disandera pada Februari 2023 setelah mendaratkan pesawat kecil di Bandara Paro, Papua Barat. Dia ditawan selama 592 hari, lalu dibebaskan pada September tahun lalu.
Melalui penyelidikan antiterorisme selama dua tahun, aparat Australia dan Selandia Baru mengklaim menemukan bukti yang diduga menghubungkan seorang pria dari Negara Bagian Queensland dan seorang pria dari Negara Bagian New South Wales dengan aktivitas perdagangan senjata.
Kedua pria itu menghadapi berbagai tuduhan, termasuk konspirasi mengekspor senjata dan suku cadang senjata api, penyediaan senjata secara ilegal, dan konspirasi untuk mengekspor barang Tingkat 2, yang ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara.