JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menyerukan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem tataniaga gula di Indonesia, baik untuk gula kristal rafinasi (GKR) maupun gula produksi petani. Menurutnya, kondisi tata niaga saat ini masih menyisakan banyak persoalan yang berpotensi menggagalkan pencapaian target swasembada pangan nasional seperti yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Sebab, target swasembada pangan Presiden Prabowo tersebut mencakup tidak adanya impor beras, jagung, dan gula konsumsi pada tahun 2025.
“Gula rafinasi dan gula petani itu, menggarap pasar berbeda. Rafinasi memasok kebutuhan industri, sementara gula petani untuk konsumsi publik. Jika gula rafinasi masuk pasar konsumsi, artinya ada yang salah di tata niaga," kata Alex, Sabtu (13/9/2025).
Alex pun menyoroti soal Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 17 Tahun 2022 yang secara jelas melarang peredaran GKR di pasar eceran. Ia menjelaskan, gula jenis ini hanya boleh dipasok untuk industri dengan syarat kepemilikan izin usaha dan dokumen pendukung lainnya.
Pimpinan komisi DPR yang membidangi urusan pertanian itu pun menyampaikan keprihatinannya terhadap lemahnya pengawasan di lapangan, yang menyebabkan gula rafinasi masuk ke pasar tradisional. Menurut Alex, kondisi ini menimbulkan dampak negatif terhadap petani tebu.
"Selain memukul petani tebu kita, gula rafinasi yang dijual ke pasar tradisional, tentunya akan membahayakan kesehatan masyarakat yang pada akhirnya akan berimbas pada sektor kesehatan,” sebutnya.
Terkait penugasan kepada BUMN pangan (ID Food) untuk menyerap gula petani yang tidak terserap pasar, Alex menekankan pentingnya skema pelaksanaan yang terukur dan akuntabel.
"Duit yang digelontorkan pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebesar Rp1,5 triliun itu harus dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya secara akuntabel,” tegas Alex.
"Sebab, pendirian Danantara itu bukan dimaksudkan sebagai public service. Jangan serampangan saja menggunakan uang negara yang telah ditempatkan di Danantara itu,” lanjut Legislator dari Dapil Sumatera Barat I itu.
Lebih lanjut, Alex mengapresiasi langkah Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, yang memutuskan untuk menghentikan sementara impor GKR.
"Penghentian impor ini melindungi petani tebu kita sekaligus meningkatkan serapan gula konsumsi dalam negeri," ungkap Alex.
Meski demikian, Alex tetap mengingatkan bahwa distribusi GKR yang tidak tepat sasaran masih menjadi masalah walaupun impor belum mencapai kuota penuh. Menurutnya, realisasi impor GKR sebesar 70 persen saja, telah terjadi praktek ‘salah kamar’ dalam distribusi hingga akhirnya merusak pasar.
"Kita harus menghitung ulang kebutuhan industri agar tata niaga yang berkeadilan bisa diwujudkan,” tutup Alex.