Oleh Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LL.M. Lawyer, Writer, Politician pada hari Kamis, 16 Okt 2025 - 13:53:38 WIB
Bagikan Berita ini :

Hutang Kereta Cepat: Warisan Jokowi yang Menguras Kantong Anak Cucu

tscom_news_photo_1760597618.jpg
Didi Irawadi Syamsuddin Politikus Partai Demokrat (Sumber foto : Istimewa)

Indonesia akhirnya punya kereta cepat. Tapi sayangnya, yang cepat bukan cuma lajunya — juga pembengkakan biayanya, utangnya, dan klaim keberhasilannya. Dari proyek yang dijanjikan tanpa beban APBN, kini berubah menjadi simbol dari bagaimana ambisi politik bisa menyalip kalkulasi ekonomi dan akuntabilitas publik.

Ketika pertama kali diumumkan, Jokowi menegaskan proyek ini dibiayai penuh oleh BUMN dan investor Tiongkok. Faktanya, biaya melonjak dari sekitar USD 6 miliar menjadi lebih dari USD 8 miliar. Pemerintah akhirnya menyuntik dana negara untuk menutup celah pembiayaan. Inilah ironi dari slogan “tanpa uang rakyat” — sebab pada akhirnya, rakyatlah yang menanggung biaya & bunganya.

Lebih dari 75 persen pendanaan berasal dari pinjaman China Development Bank. Dengan bunga dan tenor panjang, risiko jebakan utang kian nyata. Agus Pambagio sudah memperingatkan: “Saya dan Pak Jonan sudah bilang sejak awal, proyek ini tidak visible. Tapi Pak Jokowi ngotot. Sekarang utangnya Rp116 triliun — bom waktu yang akan dibayar anak cucu kita.” Peringatan ini terbukti akurat: yang dikejar bukan efisiensi, melainkan gengsi.

Harga tiket Rp250–350 ribu per perjalanan membuatnya jauh dari jangkauan rakyat kebanyakan. Bagi banyak warga, kecepatan 40 menit bukan kebutuhan, tapi kemewahan. Sementara di pelosok negeri, masih banyak pelajar menyeberangi sungai tanpa jembatan dan ribuan jalan desa tak tersentuh pembangunan. Negara ini tampak lebih sibuk membangun simbol kemajuan daripada pondasi kesejahteraan.

Dari sisi teknis, proyek ini pun tidak efisien. “Bandung” yang dimaksud ternyata Padalarang, bukan pusat kota. Penumpang tetap harus berganti moda untuk sampai ke tujuan. Seperti dikatakan Ignasius Jonan, “Untuk jarak segitu, kereta cepat tidak efisien. Tidak akan sebanding antara biaya dan manfaatnya.” Maka, cepat di rel tak selalu berarti tepat arah.

Transparansi proyek ini masih menjadi catatan serius. Publik belum pernah memperoleh gambaran utuh tentang isi kontrak dan struktur pembiayaannya, sementara laporan audit yang ada belum sepenuhnya menjawab pertanyaan mengenai pembengkakan biaya dan tanggung jawab finansial. Di negara demokrasi, proyek publik semestinya disertai keterbukaan dan akuntabilitas, bukan berlindung di balik label “proyek strategis nasional.” Dalam konteks ini, yang melaju cepat bukan hanya keretanya, tapi juga cara informasi publik seakan menjauh dari jalur transparansi.

Kereta cepat boleh melaju 350 km/jam, tapi tanggung jawab moral Jokowi dan para pengambil keputusan tidak boleh selambat ini. Setiap kilometer rel adalah cicilan masa depan, setiap bunga pinjaman adalah beban generasi mendatang. Dan ketika anak cucu nanti membayar tagihan itu, mereka mungkin bertanya: Kenapa dulu bangsa ini lebih sibuk mengejar citra, daripada menghitung akibatnya.

#WarisanUtangJokowi
#PrabowoBayarWarisanJokowi
#UtangKeretaCepatJokowi
#SiapaBayarWhoosh
#BanggaTapiBayarSendiri
#WhooshOfDebt
#FastTrainSlowLogic
#FuturePaysThePrice
#Jokowi
#Prabowo

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Menjaga Keberadaban Media di Era Kebebasan: Suara Santri untuk Negeri

Oleh Syifa’ Nurda Mu’affa, M.Pd santri dan pegiat literasi
pada hari Rabu, 15 Okt 2025
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dalam beberapa hari terakhir, publik digemparkan oleh tayangan Xpose Uncensored di salah satu stasiun televisi nasional, Trans7. Tayangan tersebut menyinggung santri dan ...
Opini

Reformasi Polri di Persimpangan: Antara Kemandirian, Akuntabilitas, dan Tekanan Politik

Reformasi kepolisian kembali menjadi isu krusial dalam dinamika politik dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Beberapa opsi desain kelembagaan yang kini beredar di lingkaran elite pemerintahan ...