Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Senin, 03 Nov 2025 - 19:32:56 WIB
Bagikan Berita ini :

MKD Gelar Sidang Terbuka di Kasus Uya Kuya Cs, DPR Tunjukkan Sebagai Lembaga yang Tak Anti-Kritik

tscom_news_photo_1762173176.jpg
Para pimpinan MKD dan Anggota MKD sedang melakukan sidang etik 5 anggota DPR (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Langkah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menggelar sidang awal terkait pelanggaran etik lima anggota DPR yang dinonaktifkan partainya buntut kasus "joget DPR" pada Sidang Tahunan hingga demonstrasi Agustus lalu, mendapat apresiasi sejumlah pihak. Terutama karena sidang digelar terbuka untuk umum.

Pengamat komunikasi politik, Silvanus Alvin menilai langkah MKD yang menggelar sidang pemeriksaan saksi perkara secara terbuka menunjukkan transparansi dan menjadikan DPR sebagai lembaga yang tidak anti kritik.

Alvin juga memuji langkah MKD DPR yang mengundang pihak-pihak yang terlibat guna dimintai keterangan. Menurutnya, langkah MKD sebagai alat kelengkapan dewan yang mengurusi persoalan etik anggota itu dalam upaya menjaga marwah DPR tanpa menghilangkan informasi penting yang harus diketahui oleh masyarakat.

"Saya melihat, langkah DPR membuka sidang MKD ini sebagai bentuk lembaran baru komunikasi politik lembaga legislatif tersebut,” kata Silvanus Alvin, Senin (3/11/2025).

Sebelumnya, lima anggota DPR tersebut dinonaktifkan oleh partai masing-masing karena tekanan dari masyarakat dan meningkatnya sorotan media. Langkah ini juga dipicu oleh aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi pada akhir Agustus 2025 sebagai bentuk protes atas perilaku tidak patut para anggota dewan.

Hari ini, MKD menggelar sidang etiknya secara terbuka. Alvin menilai, keterbukaan yang ditunjukkan DPR sangat penting karena masyarakat selama ini merasa kurang mendapatkan ruang untuk memahami bagaimana mekanisme penegakan etik di DPR berjalan.

"Dengan sidang yang terbuka, publik bisa menilai sendiri prosesnya, apakah objektif atau tidak, transparan atau tidak, dan akuntabel atau tidak," tuturnya.

Selain itu, Alvin menyebut transparansi ini juga menjadi bentuk komunikasi publik yang strategis.

“Dengan membuka proses etik secara langsung, DPR berupaya menunjukkan bahwa lembaga ini tidak anti-kritik dan siap mempertanggungjawabkan tindak-tanduk anggotanya,” ungkap Alvin.

"Keterbukaan seperti ini bisa membantu meredam sentimen negatif masyarakat sekaligus memperkuat citra DPR sebagai institusi yang mau berbenah dan lebih dekat dengan publik,” lanjut Dosen Milenial di salah satu universitas swasta di Jakarta itu.

Lebih lanjut, Alvin menilai keterbukaan seperti sidang MKD hari ini perlu terus dijaga agar tidak berhenti di simbol atau seremonial saja. Tidak hanya itu, ia mengingatkan agar transparansi DPR ini harus dibarengi konsistensi dalam penegakan etik.

"Kalau publik melihat ada tindak lanjut nyata, maka persepsi ‘sekadar pencitraan’ akan perlahan berubah menjadi kepercayaan," imbau Alvin.

Seperti diketahui, MKD DPR RI menggelar sidang pemeriksaan saksi terkait kasus lima anggota DPR RI yang dinonaktifkan oleh partai politik masing-masing, menyusul aksi kontroversial dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI yang digelar pada 15 Agustus 2025. Sidang pemeriksaan berlangsung di kompleks parlemen, Jakarta, pada Senin (3/11).

Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menyebut sidang ini merupakan pemeriksaan pendahuluan untuk mencari titik terang dari rangkaian peristiwa yang terjadi antara 15 Agustus hingga 3 September 2025.

Dalam sidang tahunan pada pertengahan Agustus lalu, sejumlah anggota DPR RI tertangkap kamera berjoget-joget di ruang sidang dan diduga menerima informasi terkait rencana kenaikan gaji.

Beberapa anggota juga dituduh menyampaikan pernyataan dan melakukan gestur yang dianggap tidak etis saat persidangan berlangsung.

Dalam upaya mengusut kasus ini, MKD menghadirkan sejumlah saksi penting, antara lain Deputi Persidangan Setjen DPR RI Suprihartini, Koordinator Orkestra Universitas Pertahanan (Unhan) Letkol Suwarko, ahli kriminologi Prof. Dr. Adrianus Eliasta, ahli hukum Dr. Satya Arinanto, ahli sosiologi Trubus Rahardiansyah, ahli analisis perilaku Gusti Aju Dewi, dan wakil Koordinator Wartawan Parlemen Erwin Siregar. Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri apakah terjadi pelanggaran etika serius yang mencoreng citra kelembagaan DPR RI.

Adapun kelima anggota DPR RI yang dinonaktifkan adalah Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Golkar Adies Kadir, Anggota Fraksi NasDem Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, serta Anggota Fraksi PAN Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya.

Kelimanya diduga melakukan pelanggaran etik karena berjoget saat Sidang Tahunan DPR hingga komentar menyinggung keadilan publik sebagai anggota DPR, hingga berujung demo ricuh pada Agustus 2025. Bahkan masalah ini sampai berujung pada penjarahan rumah Sahroni dan Uya Kuya.

Di Sidang MKD hari ini, ahli menilai banyaknya pihak yang sengaja menggiring opini publik keluar dari konteks aslinya melalui manipulasi informasi di media sosial terkait anggota DPR yang dituduhkan.

Ahli juga menyebut potongan-potongan informasi digunakan untuk membentuk persepsi publik yang keliru terhadap DPR. Ahli pun menegaskan bahwa para penyebar DFK (Disinformasi, Fitnah, dan Kebencian) dapat dilacak dengan teknologi digital forensik, termasuk untuk mengetahui siapa yang pertama kali menggulirkan narasi manipulatif di media sosial.

Hasil dari pemeriksaan MKD akan menjadi dasar dalam menentukan sanksi etik selanjutnya, termasuk kemungkinan pemberhentian tetap apabila terbukti melakukan pelanggaran berat.

Nazaruddin Dek Gam mengatakan lembaganya sengaja menggelar sidang pelanggaran kode etik itu secara terbuka.

“Sengaja persidangan ini dilakukan terbuka untuk memenuhi asas transparansi," kata Dek Gam dalam persidangan MKD.

tag: #dpr  #mkd  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Berita Lainnya
Berita

Banyak Warga RI Berobat ke Luar Negeri, Komisi IX DPR Dorong Peningkatan Layanan Kesehatan Nasional

Oleh Sahlan Ake
pada hari Senin, 03 Nov 2025
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini berpandangan pemerintah perlu meningkatkan kualitas layanan kesehatan nasional dan menjamin perlindungan hak pasien. Hal ini ...
Berita

Nilai Putusan MK Progresif, Ketua Komisi HAM DPR Sebut Legislator Perempuan Kini Punya Ruang Lebih Luas

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan adanya keterwakilan perempuan di setiap Alat Kelengkapan Dewan (AKD) hingga ...