JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Satu lagi perusahaan nasional yang mampu menghasilan keuntungan besar bagi negara, yaitu PT Jakarta International Container Teminal (JICT). Dalam dua tahun terakhir, JICT mampu meraih laba 162 juta USD dan 144 juta USD.
Tapi, ironisnya, Dirut PT Pelindo II (persero) RJ Lino ngotot ingin menyerahkan manajemen JICT kepada asing, yaitu PT Hutchison Port Holding (HPH) yang akan habis masa kontraknya. Menteri BUMN Rini Soemarno sudah menyetujui permohonan Lino tentang perpanjangan masa perpanjangan pengelolaan HPH atas JICT.
“Kami menolak rencana perpanjangan pengelolaan oleh HPH tersebut karena JICT sangat menguntungkan dan mampu dikelola sendiri oleh Pelindo II,” demikian surat Serikat Pekerja (SP) PT JICT yang ditandatangani ketua umum dan sekjennya Nova Sofyan Hakim dan M Firmansyan Sukardiman. Surat itu ditujukan kepada Menteri BUMN.
SP-JICT berpendapat, langkah Lino juga bertentangan dengan tekad Nawacita yang ingin mewujudkan kemandirian ekonomi di sektor-sektor strategis. Harusnya bisa dikelola sendiri oleh bangsa Indonesia, tapi mengapa harus diserahkan ke asing lagi. “Proses perpanjangan konsesi JICT juga terindikasi melanggar UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.”
Tragisnya, pada 1999, JICT diprivatisasi dengan harga jual 243 juta USD, sudah termasuk in kind, namun pada perpanjangan pengelolaan 2015, harga jualnya hanya 215 juta USD. “Itu sungguh harga yang tidak wajar mengingat produktivitas dan fasilitas yang dimiliki sangat jauh dibanding pada 1999,” kata Nova. (b)