Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 28 Nov 2025 - 20:53:14 WIB
Bagikan Berita ini :

Pengamat: Kasus Pajak Djarum Perlu Ditangani Transparan, Negara Harus Belajar dari Pengalaman BLBI

tscom_news_photo_1764337994.jpg
Herdjuno (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan pencekalan terhadap bos PT Djarum, Victor Rachmat Hartono sangat tepat. Upaya ini merupakan prosedur hukum yang wajar dalam proses penyidikan dugaan kasus pengurangan pajak.

Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menilai pencekalan adalah tindakan administratif yang lazim dilakukan untuk memastikan proses penyidikan berjalan efektif.

“Saya melihat ini sebagai bagian dari prosedur hukum yang harus dihormati,” ujar Hardjuno di Jakarta, Jumat (28/11).

Kejagung sebelumnya meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah Victor bepergian ke luar negeri dalam rangka pendalaman perkara perpajakan yang disebut terjadi pada periode 2016–2020.

Hingga saat ini, perkara masih berada pada tahap penyidikan, dan Kejagung belum mengumumkan detail dugaan kerugian negara maupun pihak-pihak lain yang terlibat.
Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini menegaskan bahwa dugaan pengurangan pajak yang melibatkan korporasi besar harus diproses secara serius karena menyangkut penerimaan negara dan keadilan fiskal.

Ia menilai penyidikan semacam ini penting untuk memperkuat integritas sistem perpajakan nasional.

“Tidak boleh ada perbedaan perlakuan antara usaha kecil dan konglomerasi. Kepatuhan pajak adalah pondasi kepercayaan publik,” katanya.

Lebih jauh, Hardjuno mengaitkan momentum ini dengan pelajaran besar dari penanganan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) serta skema obligasi rekapitalisasi pasca-krisis 1998.

Menurut dia, hubungan negara–korporasi di masa lalu menyisakan beban fiskal jangka panjang akibat minimnya transparansi dan lemahnya pengawasan. “Pengalaman BLBI menunjukkan bahwa ketika relasi keuangan negara dan korporasi tidak dikelola secara terbuka, risiko moral hazard sangat besar dan dampaknya diwariskan bertahun-tahun,” ujarnya.

Ia menilai bahwa karena terdapat sejarah panjang interaksi negara dan konglomerasi nasional dalam konteks krisis 1998, setiap perkara yang menyangkut kepatuhan pajak korporasi besar dewasa ini perlu ditangani dengan standar transparansi yang tinggi.
“Dalam kasus apa pun yang melibatkan grup besar, termasuk Djarum, transparansi proses hukum itu penting untuk memulihkan kepercayaan publik,” kata Hardjuno.

Menurutnya, pemerintah harus memperkuat audit kepatuhan pajak terhadap korporasi besar serta meningkatkan koordinasi antara Kejaksaan Agung dan otoritas perpajakan.
Ia menilai pengawasan pasca-krisis harus menjadi prioritas, mengingat negara telah mengeluarkan biaya sangat besar untuk menyelamatkan sektor keuangan melalui obligasi rekap.

“Ini momentum agar pemerintah mengefektifkan pengawasan fiskal dan memastikan tidak ada celah penyalahgunaan,” katanya.

Hardjuno menegaskan bahwa ia akan mengikuti perkembangan penyidikan Kejagung hingga informasi lengkap disampaikan ke publik.

“Saya menghargai langkah Kejagung sebagai bagian dari penegakan hukum. Ke depan, relasi keuangan negara–korporasi, baik dalam konteks pajak maupun warisan kebijakan pasca-krisis, harus dijalankan secara lebih akuntabel,” ujarnya.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement