JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, jika pemilihan kepala daerah (pilkada) hanya diikuti pasangan calon tunggal, maka sebaiknya pelaksanaannya diundur saja. Pasalnya, hal ini dapat disalahgunakan untuk menyuburkan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dirinya juga meminta wacana calon tunggal dalam pilkada dikaji ulang karena akan berdampak terhadap banyak hal, diantaranya mengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pilkada serta Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015.
"Sebaiknya diundur saja, sebab calon tunggal bila disalahgunakan dapat menyuburkan praktek KKN dan penguasaan rezim tertentu terhadap sebuah daerah," kata Hendri saat dihubungi TeropongSenayan, Minggu (2/8/2015).
Pasalnya, jika cuma hanya satu calon dalam pilkada, maka bisa dipastikan pilkada hanya menghambur-hamburkan uang. Hal ini karena biaya pilkada tidak sedikit.
"Yang membutuhkan biaya sangat besar membuat setiap calon mulai berhitung ekonomi dan mengalahkan visi atau misi idealis," ungkapnya.
Bila calon petahana terlalu kuat, ada baiknya menunggu lima tahun lagi daripada bertarung dan hanya menghambur-hamburkan uang saja.
"Parpol kalau enggak ada yang berani maju, juga pasti tidak berani memaksakan. Dananya dari mana? Apalagi kalau terlihat kemungkinan kalahnya besar. Jadi kalau ditanya apakah Parpol bermasalah? Iya, mereka gagal mendapatkan kepercayaan publik untuk memunculkan pemimpin yang dibutuhkan masyarakat," pungkasnya. (mnx)