JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Banyak kalangan yang menyalahkan pemerintah sebelumnya atas peraturan undang-undang Pilkada yang dibuat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan ini dianggap membuat ketidak jelasan pada pasangan calon tunggal, sehingga tidak bisa mengikuti pilkada.
Menangapi hal ini, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Salim S Mengga menilai, bagaiamana mungkin orang sudah tidak berkuasa tapi masih disalahkan.
“Itu gak adil. Apalagi kalau Orde Baru, nyalahin Pak Harto. Pak Harto kan sudah meninggal. Kan gak adil nyalah-nyalahin, gak bisa bela diri kan,” katanya saat dihubungi, Kamis (6/8/2015).
Salim menilai, sikap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang melimpahkan kesalahan kepada pemerintah sebelumnya dianggap sebagai sikap yang tidak jantan.
"Jadi kalau mengusulkan sesuatu kemudian ditolak, ya biasa sajalah, gak usah bilang ini dari yang sebelumnya. Itu kan tidak gentle. Politisi harusnya punya jiwa ksatria dong. Kalau ada yang mengusulkan kemudian ditolak, atau ada penolakan dari publik, ya dievaluasi kenapa ada penolakan. Gak usah nyalain yang lain-lain,” katanya.
Dirinya mengatakan, kalau publik ternyata menolak tawaran pemerintah, maka pertama kali pemerintah harus lakukan upaya untuk meyakinkan publik. Ia melanjutkan, kalau pemerintah tidak mampu meyakinkan publik, maka ada baiknya tawaran tersebut ditarik kembali dan bukan malah menyalahkan pihak lain.
"Kalau kemarin kan Perppu Pilkada pada jaman SBY itu kan perbaikan. Apa kaitannya sama calon tunggal? Ya menyetujui kemarin kan siapa. Nah sekarang ada calon tunggal kok yang disalahin SBY lagi," tandasnya. (mnx)