JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan menyatakan, inefisiensi yang dilakukam oleh PT PLN lebih tinggi dibanding kasua Token.
"Inefisiensi di PLN itu telah merugikan negara rata-rata Rp50 triliun setiap tahunnya. Inefisiensi itu terjadi karena tingginya biaya bahan baku (BBM dan pelumas)," kata Heri di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (10/9/2015).
Inefisiensi yang sudah terjadi mulai era Susilo Bambang Yudhoyono alias 10 tahun lebih itu, ujar Heri, cenderung dibiarkan. Akibatnya PLN harus menghabiskan 7 miliar liter BBM setiap tahunnya. Jika dihitung agregat 10 tahun, maka kerugian negara sama dengan Rp500 triliun atau sekitar 25 persen APBN.
"Kerugian itu terjadi disebakan inefisiensi produksi listrik karena mayoritas pembangkit PLN adalah mesin diesel (PLTD) rakitan. Kalau ditarik lebih dalam, itu terjadi karena gagalnya proyek 10 ribu MW yang lebih banyak pakai barang rakitan," ujar politisi Partai Gerindra itu.
Andai saja program 10 ribu MW tahap 1 yang lalu itu berhasil, maka tidak ada lagi keluhan pemadaman seperti yang masih terjadi di luar Jawa.
Lebih dari itu, harga pokok produksi listrik bisa ditekan dan tarif jualnya jadi murah, bahkan, mestinya hanya Rp400-500 per kWh karena PLN tidak perlu lagi membayar biaya yang tidak perlu seperti sewa diesel.
"Di tengah-tengah kerugian uang rakyat yang disedot habis PLN, kini masyarakat masih harus dibebankan lagi dengan Pajak Penerangan Jalan yang menjadi bagian dari komponen yang harus dipotong pada pembayaran Token sebesar 1,24 persen. Patut menjadi pertanyaan Ini managing business apa?," tanyanya.
Ia meminta PLN harus berani terbuka dan berbicara panjang lebar ke publik. Sebab, hal ini penting untuk menjadi bahan evaluasi dalam pembangunan proyek 35 ribu MW.
"Kalau memang tidak feasible, pangkas. Termasuk juga dugaan "korupsi teknologi" pada Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang menjadi pertanyaan mendalam." (iy/an).