JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ketua KPK non-aktif Abraham Samad terlihat begitu sedih dengan perkara dugaan pemalsuan dokumen. Ia mengaku kasus tersebut tidak layak untuk disidangkan sehingga ia minta kasus yang menjeratnya dihentikan.
"Menurut saya sangat tidak adil kalau kasus kita dilimpahkan ke pengadilan, harus dihentikan. Jadi bukan masalah takut atau nggak takut. Tapi justru saya menganggap bahwa kalau kasus kita dilimpahkan ke pengadilan, itu tidak adil. Karena ini kasus yang diada-adakan. Yang orang sekarang bahasanya dikriminalisasi. Kasus saya dan yang lain-lainnya itu tidak layak disidangkan," kata Abraham di gedung Ombudsman RI lantai 3 yang merupakan kantor KPK bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Jakarta, Selasa (6/10/2015).
Pekan lalu, Kepala Kejaksaan Negeri Makassar Deddy Suwardy Surachman menyatakan tim jaksa penuntut umum sudah hampir merampungkan surat dakwaan Abraham Samad.
"Bukan masalah takut atau tidak, Bukan masalah dibuktikan atau tidak, bukan itu. Logikanya, kalau kamu tidak melakukan kejahatan terus kamu dibawa ke pengadilan untuk disidangkan karena tuduhan melakukan kejahatan, itu kan rasanya tidak adil. Bukan masalah nanti di persidangan kita buka, tapi merasa ketidakadilan. Mau tidak kamu saya bawa ke pengadilan dituduh oleh sesuatu kejahatan?" ungkap Abraham.
Dalam kasus ini kepolisian juga menetapkan pengguna dokumen palsu itu yaitu Feriyani Lim, orang yang dibantu membuat kartu tanda penduduk untuk pembuatan paspor.
Penetapan Abraham sebagai tersangka berdasarkan laporan Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat yang juga menjadi tersangka pemalsuan dokumen paspor. Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.
"Kasus yang dituduhkan ke kita itu tidak pernah ada. Tidak pernah kita lakukan itu pertama. Kedua, tidak pernah kita lakukan. Makanya kenapa kita tidak mau dibawa ke persidangan.
Sehingga menurut Abraham, kejaksaan harus melakukan penghentian kasus dirinya dan juga kasus yang menjerat Wakil Ketua KPK non-aktif Bambang Widjojanto serta penyidik KPK Novel Baswedan.
"Bukan cuma saya dan pak BW, yang lain juga Novel, di kejaksaan yang harus melakukan itu (penghentian kasus)," tambah Abraham.
Sejumlah tokoh masyarakt sipil juga sudah meminta Presiden Joko Widodo mengambil tindakan untuk menghentikan perkara tersebut.
Pada Minggu (4/10), 44 orang agamawan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan proses hukum kepada Bambang Widjojanto, Abraham Samad dan Novel Baswedan berdasarkan prinsip dan mekanisme hukum yang berlaku.
Sebelumnya terdapat 64 akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia untuk mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penututan (SKPP) atau tindakan hukum atas nama keadilan dan kepastian hukum dalam kasus tersebut.
Presiden Jokowi juga akan mempertimbangkaan adanya usul diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus Bambang Widjojanto.
Sangkaan yang ditujukan kepada Abraham adalah masalah kecil yang hanya terkait pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan berdasarkan pasal 264 ayat (1) subs pasal 266 ayat (1) KUHPidana atau pasal 93 Undang-undang RI No 23 tahun 2006 yang telah diperbaharusi dengan UU No 24 tahun 2013 tentang kependudukan.
Pasal tersebut menjelaskan mengenai "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun". (iy/an)