JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kurs rupiah pada penutupan perdagangan, Selasa (13/10) turun terendah di Asia setelah sebelumnya sempat menguat.
Rupiah sempat terdepresiasi 1,72 persen atau 230 poin ke level Rp13.638 per US dollar.
Pada Selasa (13/10/2015), rupiah bergerak pada level terendah Rp13.667 per US dollar dan sempat menguat dikisaran Rp13.471 US dollar.
"Kekhawatiran saya terbukti, rupiah yang tiba-tiba meningkat signifikan dalam satu pekan terakhir tiba-tiba tersungkur paling rendah di Asia," kata Sukamta anggota Komisi XI dari FPKS di Jakarta, Kamis, (15/10/2015).
Sukamta menilai bahwa hal ini terjadi karena pemerintahan Jokowi terlena dengan paket-paket kebijakan ekonomi.
"Pemerintah terlalu over confident dengan kebijakan ekonominya. Padahal ada faktor ketidakpastian global yang masih mempengaruhi Indonesia misal rilis data ekonomi Tiongkok serta kebijakan The Fed yang mempengaruhi Asia dan problem strategis lainnya yang belum bisa diatasi dengan efektif oleh paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan, misalnya peningkatan gelombang PHK, kemiskinan baru dan daya beli masyarakat yang semakin tergerus," papar dia.
Selain itu, kata dia, penguatan rupiah pada sepekan terakhir lebih dipicu efek kebijakan Bank Central AS The Fed yang menahan tingkat suku bunganya.
"Saya tegaskan bukan semata-mata paket kebijakan ekonomi pemerintah,"jelasnya
Tak hanya itu, Sukamta juga mengingatkan pemerintah bahwa fakta anjloknya rupiah pada penutupan perdagangan kemarin di angka 13.667 per US dollar akan kembali menekan industri dalam negeri dan menimbulkan gelombang PHK.Apalagi jika tidak diantisipasi maka bisa menembus 14.000 per US dollar dan akan menimbulkan gejolak yang lebih besar lagi di dalam negeri.
"Pemerintah tidak boleh abai dan harus melakukan diplomasi ekonomi yang pro aktif untuk menguatkan digdaya rupiah di depan pasar dunia. Hal ini penting untuk mengantisipasi ketidakpastian global yang terjadi," tandas dia.
Untuk itu, kata dia, RUU JPSK jugaharus didorong untuk segera diselesaikan disertai kebijakan yang populis kepada masyarakat kecil yang terdampak krisis.
Selama ini, lanjut dia, pemerintah lalai dengan membiarkan rakyat kecil semakin miskin.
"Kami melihat pemerintah belum melirik kebijakan yang berdampak langsung kepada masyarakat kecil," tandasnya.
Saat ditanya terkait paket kebijakan ekonomi keempat yang rencana akan diumumkan Istana hari, Kamis (15/10/2015), Sukamta menekankan agar kebijakan ekonomi yang diumumkan harus betul-betul berdampak pada rakyat kecil.
"Pada ketiga kebijakan ekonomi pemerintah sebelumnya belum memunculkan kebijakan yang memberikan bantalan ekonomi dan perlindungan sosial kepada rakyat kecil bahkan beberapa kebijakan ekonomi yang diluncurkan hanya berdampak kepada para pengusaha kelas menengah dan atas.Ini menimbulkan kesan negara abai dan lalai terhadap rakyat kecil yang terdampak langsung terhadap pelemahan dan perlambatan ekonomi nasional," pungkas dia. (iy)