JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin, memandang kasus yang menjerat mantan Sekretaris Jenderal (sekjen) DPP Partai NasDem Patrice Rio Capella masih ada pihak yang harus dimintai keterangan. Pasalnya, kasus suap bantuan sosial provinsi Sumatera Utara ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung.
"Dalam setiap kasus gratifikasi suap, pihak pemberi suap tentulah hanya mau menjanjikan atau memberikan uang atau materi jika ia menerima janji atau manfaat dari pihak penerima suap. Atas kontribusi yang dijanjikan atau diberikan oleh penerima suap itulah pemberi suap menjanjikan atau memberikan uang atau materi," jelas Said saat dihubungi, Jumat (16/10/2015).
Oleh karena itu, menurut Said, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus meminta keterangan Jaksa Agung, HM Prasetyo terkait kasus penyuapan.
"Jadi dalam kasus Rio ini mungkin saja pemberian uang dimaksudkan agar Sekjen Partai NasDem itu bersedia memengaruhi Jaksa Agung yang notabene adalah koleganya, dan pada sisi yang lain mungkin saja Rio memberikan semacam komitmen yang intinya menjanjikan untuk katakanlah meminta kepada Jaksa Agung agar menghentikan proses hukum kasus Bansos tersebut," ungkapnya
Seperti diketahui KPK menetapkan tersangka terhadap Patrice Rio Capella. Dengan dugaan menerima suap terkait penanganan perkara dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Dugaan pasal yang diduga dilanggar adalah pasal 12 huruf a, huruf b, atau pasal 11 UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi.
Selain Patrice, KPK juga menetapkan Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti sebagai tersangka.
Pada perkara ini, Johan menyebut Patrice disangka merupakan pihak yang telah menerima suap. Sedangkan Gatot dan juga Evy merupakan pihak pemberi.
Gatot dan Evy disangka telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. (mnx)