JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pemerintah ternyata yang meminta atau mengusulkan nomenklatur 'penundaan' dalam RAPBN 2016. Itu terjadi saat proses sinkronisasi di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
Menurut Wakil Ketua Komisi VI Heri Gunawan, hal itu tertera dari surat pimpinan Banggar tertanggal 22 Oktober 2015 yang ditujukan kepada Pimpinan Komisi. Surat ini balasan atas pertanyaan Komisi yang menanyakan tentang 'penundaan'.
"Permintaan 'penundaan' atas belanja K/L tahun 2016 yang dilakukan oleh pemerintah, dan disampaikan melalui Badan Anggaran DPR RI (Banggar)," papar Heri Gunawan kepada TeropongSenayan, Rabu malam (28/10/2015) di Jakarta.
Heri mengungkapkan, Komisi memang meminta penjelasan terkait nomeklatur 'penundaan' oleh Banggar. Pasalnya, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) praktik pemblokiran atau penundaan terhadap mata anggaran K/L dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Selanjutnya, menurut MK, “praktik penundaan pencairan(pemberian tanda bintang) mata anggaran oleh DPR yang sudah masuk pelaksanaan APBN, bukan termasuk fungsi pengawasan DPR," papar Heri Gunawan yang juga politisi Partai Gerindra ini.
'Penundaan' ini, menurut Heri, juga memunculkan pertanyaan lanjutan. Sebab itu berarti pembahasan belanja K/L yang diajukan oleh pemerintah, lalu dibahas di Komisi terkait, kemudian disinkronisasi oleh Banggar ada perubahan.
"Karena hasil sinkronisasi yang selanjutnya dikembalikan lagi ke Komisi. Lalu bagaimana atau apa artinya jika pada akhirnya pemerintah sendiri yang minta untuk ditunda?," papar Heri Gunawan.
Untuk itulah, dia mendesak perlu kejelasan dan ketegasan kewenangan DPR dalam penyusunan dan penetapan APBN dengan cara menyetujui atau tidak menyetujui mata anggaran tertentu tanpa melakukan penundaan pencairan, bukan sebatas “stempel”.
"Sebab, jika ada persyaratan penundaan pencairan APBN sangat berpotensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Lalu, siapa yang diuntungkan. Apakah rakyat diuntungkan?" ujar Heri Gunawan dengan nada tanya.(ris)