JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kebakaran hutan dan kabut asap yang mengganggu masyarakat telah menjadi polemik tahunan. Setiap tahun, Indonesia selalu diramaikan dengan masalah asap yang merugikan banyak pihak.
Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani mengungkapkan, komitmen pemerintah dalam menindak perusahaan pembakar hutan dipertanyakan.
"Yang menjadi kewajiban negara adalah menegakkan hukum lingkungan dan memberikan sanksi kepada korporasi yang diduga membakar hutan dengan mekanisme yang akuntabel, fair, disertai bukti objektif," ujar Ismail saat konferensi pers "Kabut Asap dan Urgensi Adopsi United Nation Guilding Principle dalam Hukum Indonesia" di Jalan Danau Gelinggang Benhil, Jakarta Pusat, Minggu (1/11/2015).
Selain itu, Ismail menilai masih adanya celah lemah pemerintah di level regulasi.
"Regulasi pemerintah yang sumir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup termasuk peraturan turunan lainnya jadi salah satu penyebabnya," ungkapnya.
Ia berharap, pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang memberi batas bagi konversi hutan menjadi lahan perkebunan yang dikelola korporasi. Dengan begitu, kata Ismail, pemerintah akan lebih mudah melakukan antisipasi pada saat-saat terjadinya kebakaran hutan.
Kendati demikian, Ismail tidak menutup adanya faktor warisan kebijakan pemerintah terdahulu. Menurut dia, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terdahulu terlalu open bagi kesemena-menaan perusahaan melakukan pembakaran di lahan gambut.
"Sehingga menghasilkan kepatuhan yang minimum," ucapnya.(yn)