JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Pada hari ini pula, setiap tahunnya selalu muncul nama-nama yang diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Diantara nama-nama yang diusulkan tersebut, ada beberapa kali diusulkan nama Jendral besar Purn Alm H Muhammad Soeharto, Mantan Presiden RI kedua, untuk mendapatkan gelar pahlawan.
Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Peduli Indonesia (HMPI) Tri Joko Susilo mengatakan, pihaknya memiliki beberapa alasan mengapa Soeharto pantas menerima gelar tersebut. Pertama, Soeharto bertahan selama 30 tahun karena memiliki ide yang terasa bagi masyarakat.
"Ini pelajaran bagi kita, jadi suatu kelompok atau orang, daya tahan atau eksisnya di mata masyarakat adalah sebesar apa idenya, kalau pak Harto tidak punya ide dan pemikiran otentik, tak mungkin bertahan selama puluhan tahun," kata Tri Joko Susilo dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (11/11/2015).
"Dia punya ide perubahan negeri secara gradual atau bertahap, lewat pelita satu, pelita dua, sampai pelita lima dengan ending swasembada periode sekian fokus pada pertanian, periode sekian lagi fokus pada insfrastruktur, Soeharto memiliki naratif intelejensi atau kemampuan menjabarkan idenya dengan seperti istilah 'jamu singset' artinya jelas, mudah dicerna, singkat dan sederhana, misal lewat program Imunisasi. Itu sampai hal-hal detail diperhatikan, bukan pepesan kosong khas para pemikir yang tidak pernah bersentuhan dengan masyarakat secara nyata," papar Joko Susilo.
Kedua, lanjut dia, Soeharto juga bukan sosok pemimpin yang berkarya tidak dengan gaduh. Sehingga Republik ini berhasil keluar dari posisi kemelut dan terseok-seok, menjadi negara modern meski tak berlenggak-lenggok seperti model di layar kaca.
"Dengan tangan dinginnya dia bawa Republik ini dari kemelut tanpa banyak aksi pidato meledak-ledak yang isinya khayalan-khayalan soal revolusi mental, padahal cuma menawarkan hiburan bagi rakyat yang mudah kagum, seolah pemimpinnya siap bekerja dan bukan mewujudkan harapan," ungkap Joko Susilo.
"Ini pesan yang perlu kami tawarkan bahwa di pentas politik sekarang 'kualitas barang harus lebih bagus daripada kualitas promosi'," tegas dia.
Ketiga, tambah Joko Susilo, pembangunan demokrasi di masa Soeharto lebih bagus daripada saat ini. Menurutnya, saat SDM lemah dan kemiskinan masih ada, negara harus fokus pada Musyawarah Mufakat bukan berdebat.
"Itulah mengapa Malaysia maju, karena orang harusnya dikasih makan tapi disuruh bicara bebas, ya bicaranya kacau," ucap dia.
Ia menjelaskan hal ketiga penting, karena orang memandang Soeharto hanya unggul di Pembangunan, bukan demokrasi.
"Sekarang apa yang perlu dilakukan? Kita harus kembali, pada spirit berkarya tanpa gaduh. Disaat masyarakat sejahtera, ideologi radikal dan komunis pun jadi pepesan kosong yang tak pernah masuk mendominasi pemikiran anak bangsa," ungkapnya.
Selanjutnya, keempat adalah bahwa indonesia dibangun sebagai karya akumulatif antar-orde yang harus dilihat dengan lapang dada bagi generasi muda.
"Bahwa pak Harto telah meletakkan dasar-dasar fundamental negara ini. Tugas anak muda sekarang mendalami apa yang sudah baik di bangun oleh beliau. Dan apa salahnya kita mengusung figur yang jelas terasa bagi rakyat selama puluhan tahun," tandasnya. (mnx)