JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, dalam sejarah politik dan pembangunan Indonesia, tidak pernah pembangunan bisa terlaksana tanpa adanya politik yang stabil, penegakan atau kepastian hukum dan keamanan.
Penegakan hukum sendiri tidak bisa dilakukan jika tidak ada dinamika politik yang positif.
“Dinamika politik itu adalah biasa, jika positif maka akan berdampak positif pada pembangunan, jika tidak maka itu akan membawa kita mundur ke belakang. Makanya seharusnya dalam setiap periode pemerintahan akan berusaha menciptakan politik yang stabil agar pembangunan ekonomi bisa berjalan,” ujar Siti ketika dihubungi, Kamis (7/1/2016).
Terkait hal itu, maka menurut Siti, tidak tertutup kemungkinan akan ada dinamika terkait gerakan partai politik, yang bisa mengarah pada terbentuknya pola koalisi baru, karena koalisi yang ada dianggap belum bisa memenuhi harapan.
“Polarisasi adanya dua kutub kepentingan yang terbentuk saat pemilu presiden lalu dengan munculnya KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat) yang saling berhadapan pun bisa hilang tergantung pada dinamika politik.Banyak faktor kalau melihat kondisi saat ini akan bisa menciptakan koalisi baru diantara partai-partai politik yang ada. Semua saat ini masih berjalan dan berproses,” tambahnya.
Tidak adanya kesamaan ideologi dalam pembentukan koalsi tapi karena kepentingan sesaat maka koalisi pun menjadi sangat cair akan kepentingan politik anggota koalisi.
“Koalisi yang ada sekarang baik KMP maupun KIH itu koalisi dadakan, tidak terformat, tidak kontekstual dan bukan tekstual yang berbasis pada plafon partai, ideologi partai atau aturan perundangan.Koalisi yang ada ini semuanya berbentuk termporary dan sesaat.Makanya perubahan bentuk koalisi pun saat ini sangat mungkin terjadi,” ujar Siti.
Disamping itu, faktor pragmatisme bahwa berpolitik hanya untuk kepentingan Pemilu 5 tahunan dan bukan pada kepentingan masa depan yang lebih jauh, juga menjadi faktor yang bisa menyebabkan dinamika politik dalam pembentukan koalisi menjadi cair.Juga faktor ketidakpuasaan sesama anggota koalisi yang ada.
“Parpol gak punya prinsip,karena prinsip dasarnya kepentingan dan kekuasaan,sehingga kalau tidak masuk lingkaran kekuasaan merasa ternistakan. Selain itu di Indonesia ini kalau tidak berkuasa, partai politik juga tidak ada power untuk mengelola sumber-sumber pendanaan. Itu sudah seperti itu sejak dulu dan belum berubah. Perspektif mereka dengan menjadi bagian penguasa maka bisa menjadi bagian yang mengelola apapun, termasuk sumber-sumber pendanaan,” tegasnya lagi.
Sebelumnya terkait isu reshuffle kabinet dan kocok ulang pimpinan DPR, beredar isu akan adanya pembentukan koalisi baru. KMP minus PKS dikabarkan sepakat membentuk koalisi di DPR karena ketidakpuasan PDIP terhadap KIH terutama pada Partai Nasdem dan juga ketikdapuasan KMP terhadap manuver PKS.Koalisi baru di parlemen ini akan merubah komposisi pimpinan DPR sehingga PDIP akan mendapatkan kursi sebagai pimpinan DPR dan PKS akan kehilangan pimpinan DPR.
Sebagai langkah awal, Menkumham Yasona Laoli pun membatalkan SK terkait kepengurusan Partai Golkar yang dipimpin Agung Laksono dan PPP yang dipimpin Romahurmuziy.Jika PDIP berhasil mendapatkan kursi pimpinan, maka pengesahan Partai Golkar yang dipimpin oleh Aburizal Bakrie dan PPP yang dipimpin oleh Djan Faridz tinggal menunggu waktu.
Koalisi ini dikabarkan akan merubah UU MD3 terkait komposisi pimpinan DPR.PDIP sendiri isunya akan menjadikan TB Hasanudin sebagai salah seorang wakil ketua DPR dan bukan Puan Maharani sebagai ketua DPR seperti yang diduga selama ini.
Koalisi baru ini dikabarkan dilakukan untuk menghambat langkah Wakil Presiden Jusuf Kalla mengambil alih Partai Golkar dalam wacana munas bersama Partai Golkar yang dilontarkannya.”Makanya JK tidak mau ditunjuk sebagai ketua transisi Partai Golkar karena dia mau mengambil alih Partai Golkar setelah gagal melakukannya melalui Agung Laksono. Dengan jabatannya sebagai wapres, maka bisa saja JK melakukannya,” ujar seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya.(yn)