JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -DPR menyurati Presiden Joko Widodo terkait surat yang dikirim ke DPR oleh Menteri BUMN Rini Sumarno sebelumnya. Rini dalam surat yang dikirim ke DPR melarang jajaran direksi BUMN menghadiri undangan rapat DPR. Rini juga minta DPR tindak mengundang jajarannya sebelum ada petunjuk dari atasannya dalam hal ini Presiden Joko Widodo.
Menurut Ketua Komisi VI DPR Hafisz Tohir, surat dari DPR kepada Presiden yang ditandatangani Wakil Ketua DPR Agus Hermanto itu sudah dikirim, Senin (24/11). Surat tersebut merupakan balasan sekaligus mempertanyakan maksud surat Menteri BUMN tersebut. "Intinya mempertanyakan surat Menteri BUMN Rini Sumarno. Karena agenda kerja DPR tidak bisa dihentikan hanya karena ada kepentingan kelompok atau surat menteri seperti itu," katanya kepada TeropongSenayan, Selasa (25/11/2014).
Karena itu, lanjut Hafisz, Komisi VI akan meneruskan agenda kerja dewan yang sudah disusun dan bersifat pengawasan. "Kita akan jalan terus termasuk mengundang BUMN untuk mengadakan rapat dengan Komisi VI DPR," tambahnya.
Dikatakan, rapat dengar pendapat adalah kewajiban DPR dan pemerintah yang melekat dalam lembaga masing-masing. Jadi tidak bisa menteri menolak RDP dengan DPR, karena itu adalah fungsi dan kewajibn DPR sesuai dengan UU. Bahkan UU jelas siapapun yang menolak undangan DPR bisa dipanggil secara paksa.
Jajaran menteri dan pejabat pemerintah, termasuk Presiden mestinya paham dengan sistem kerja dewan bukan menurut ukuran dan kemauan sendiri karena ada aturannya. "Komisi VI tetap bersikap bahwa undangan rapat harus dipatuhi oleh menteri maupun pejabat lainnya," tuturnya.
Politisi PAN ini ini menilai surat Menteri BUMN Rini Sumarno yang dikirim ke DPR terkesan ada upaya delegitimasi fungsi pengawasan Dewan. "Kabinet Joko Widodo sedang melakukan upaya delegitimasi atas fungsi pengawasan yang melekat pada anggota DPR. Mereka lupa bahwa Joko Widodo itu Presiden RI, bukan perdana menteri (PM) yang dapat mengatur-atur parlemen atau DPR," pungkasnya. (ec)