TANGERANG (TEROPONGSENAYAN) - Melihat maraknya pekerja seks komersial (PSK), pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang, Banten 'terpaksa turun gunung'. Mereka melakukan pembinaan terhadap para PSK yang merupakan penghuni lokalisasi di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi.
"Kami mengajak mereka untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar dengan mencari rezeki halal," kata Sekretaris MUI Kabupaten Tangerang Nur Alam di Tangerang, Senin (28/3/2016).
Nur Alam mengatakan, para PSK itu bukan musuh tapi perlu pembinaan dan mereka membutuhkan jalan keluar supaya mendapatkan penghasilan dengan halal untuk menghidupi keluarga.
Upaya pembinaan rohani tersebut atas koordinasi aparat Dinas Sosial Pemkab Tangerang yang melakukan pendataan terhadap PSK yang ingin beralih profesi menjelang pembongkaran bangunan pada 23 Mei 2016.
Masalah itu terkait langkah Pemkab Tangerang yang melakukan penertiban sejumlah bangunan di Dadap sesuai program pemerintah pusat bahwa hingga tahun 2017 semua kawasan prostitusi di Indonesia harus dibongkar.
Untuk itu, Pemkab Tangerang menggandeng akademisi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, untuk membuat rencana kawasan Dadap menjadi pusat kajian Islam dan kampung nelayan.
Aparat Pemkab Tangerang sudah mendapatkan paparan dari Prof Budi Pratikno dari UGM dan mengubah kawasan kumuh menjadi lebih baik.
Namun saat ini kawasan Dadap merupakan perkampungan nelayan yang kumuh dan terdapat lokasi prostitusi sehingga perlu dirombak dan ditata.
Meski begitu, kawasan Dadap tersebut dengan luas sekitar 12 hektare milik PT Angkasara Pura II, pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta serta lainnya tanah pengairan.
Penataan kawasan tersebut juga melibatkan pihak ketiga bahwa banyak perusahaan yang ada di sekitar yang peduli terhadap kondisi lingkungan itu.
Sesuai hasil pendataan bahwa terdapat sebanyak 427 PSK, sebanyak 72 kafe, hotel kelas melati, tempat karaoke, dan warung remang-remang.
Nur menambahkan dalam pembinaan rohani itu ditekankan agar para PSK bertobat dan menyesal tidak mengulangi kembali tindakan maksiat karena dilarang oleh agama. (iy)