JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Sejumlah problematika penyusunan Prolegnas Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mulai terungkap ke permukaan. "Salah satunya, kurang tersistemnya mekanisme penyusunan Prolegnas DPD," kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto kepada TeropongSenayan di Jakarta, Sabtu (29/11/2014)
Akibatnya, lanjut Aan, alat kelengkapan DPD menjadi kebingungan mengartikulasikan usul anggota, usulan masyarakat dan usul alat kelengkapan.
Problematika lainnya, kata Aan lagi, belum adanya indikator yang mapan dan jelas terhadap jenis RUU yang dapat diajukan DPD. "Sehingga berimplikasi terjadinya "kebingungan" RUU yang dapat diajukan dalam Prolegnas," tutur Aan.
Selain itu, sambung Aan, juga terjadi pengulangan penyusunan RUU, maksudnya RUU periode Prolegnas sebelumnya kembali diajukan.
Disisi lain, ujar Aan, juga belum adanya kesepakatan yuridis dan politis antara DPD, DPR dan presiden dalam pembagian tugas penyusunan naskah akademik (NA) dan RUU dalam Prolegnas. "Akibatnya berimplikasi, DPD tidak mendapat kesempatan menyusun RUU yang sebenarnya masuk dalam lingkup wewenang DPD," pungkasnya. (ec)