Berita
Oleh Mandra Pradipta pada hari Sabtu, 26 Nov 2016 - 09:19:27 WIB
Bagikan Berita ini :

Kocok Ulang Pimpinan DPR Mencuat, Bagaimana Nasib Fahri Hamzah?

27fahrihamzahoke.jpg
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Sumber foto : Mandra Pradipta/TeropongSenayan)

TARAKAN (TEROPONGSENAYAN)--Rencana penggantian Ade Komarudin (Akom) sebagai Ketua DPR oleh Setya Novanto yang diusulkan Partai Golkar 'menendang' persaingan politik baru di gedung parlemen. Keinginan kocok ulang pimpinan DPR dan dihapuskannya sistem paket dalam UU MD3 semakin menguat.

Selain posisi Akom, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah memilih melakukan perlawanan hukum terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atas pemecatannya. Ke arah mana ujung persaingan politik di gedung parlemen ini nantinya? Berikut petikan wawancara TeropongSenayan dengan Fahri Hamzah di Tarakan, Kalimantan Utara, Sabtu (26/11/2016).

Bagaimana sikap anda bila Fraksi PDI-Perjuangan meminta kocok ulang pimpinan DPR, setelah Akom dicopot?

Saya sih melihatnya bahwa problem di dalam Golkar itu sendiri kan memang harus ada pembicaraan. Dan itu secara prosedural memang suratnya sudah masuk tapi belum sempat kita bahas.

Jadi kapan akan dibahas dalam rapat pimpinan surat tersebut?

Ada kemungkinan rapimnya itu bisa dilakukan Senin (28/11/2016). Dasarnya, untuk merespons surat dari Golkar. Kalau sudah dibahas nanti baru diputuskan, itu yang prosedural.

Balik lagi, soal usulan Fraksi PDI-Perjuangan anda menyikapinya seperti apa?

Kalau keputusan politik dari PDIP dan lain-lain itu memang tidak ada prosedurnya untuk sementara. Dan karenanya cara memulainya dengan mengusulkan, dan apakah usulan itu diterima apa tidak?

Jadi harus revisi UU MD3?

Karena mungkin basisnya itu memang harus mengubah undang-undang dulu (UU MD3-red). Sementara untuk mengubah undang-undang itu Presiden harus terlibat, gak mungkin tidak kan.

Berarti melibatkan banyak pihak untuk revisi UU MD3 ini?

Jadi harus banyak pihak yang terlibat kalau undang-undangnya harus diubah. Tapi kalau pergantian pimpinan itu hanya pembahasan pada tiga level yaitu Rapat Pimpinan, Badan Musyawarah, dan Rapat Paripurna. Saya kira itu yang kita lihat mekanisme formilnya yang bisa kita tempuh.

Soal kekuatan KIH di parlemen, misalnya terjadi adanya perubahan UU MD3, apakah itu sudah tepat?

Itu keputusan politik, sekali lagi itu hanya bisa dilakukan dengan mengubah UU MD3. Karena bila tidak mengubah undang-undang, itu tidak ada pintunya di dalam undang-undang.

Anda saat ini belum ada kepastian hukum soal gugatan hukum PKS, apakah hal ini akan berdampak?

Ya saya kan sedang menempuh jalur hukum. Jadi saya tidak bisa melakukan di luar prosedur hukum yang ada. Kalau di luar mekanisme hukum memang harus ada perubahan politik dan undang-undang.

Dan saya tidak punya kewenangan untuk memutuskan, karena itu sepenuhnya kewenangan dari rapat dari fraksi-fraksi.

Jadi anda terima apapun keputusannya?

Kita lihat aja, DPR ini kan lembaga politik apapun yang menjadi keputusan, yang penting itu melalui jalur hukum. Ditempuh cara-cara yang legal, saya kira tidak masalah. Bila mengubah undang-undang Presiden Jokowi memang terlibat, itu biasa aja.

Dan saya kalau terkait posisi, saya tidak akan macam-macam. Saya ikut saja (mekanisme yang ada-red).(ris/b6)

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 79 - SOKSI
advertisement
HUT RI 79 - ADIES KADIR
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement