JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sejumlah isu utama harus diperhatikan dalam membuat kebijakan baru di sektor minyak dan gas bumi (migas) nasional, diantaranya adalah menjadikan migas sebagai modal dasar pembangunan negara atau dengan kata lain bukan sekedar komoditas perdagangan.
Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Senior dari The Habibie Center Bidang Perekonomian, Zamroni Salim, saat mengisi media briefing 'Revisi UU Migas untuk Ketahanan Energi' di Gedung The Habibie Center, Kemang, Jakarta.
Selain hal di atas, menurut Zamroni, isu utama lain yang harus diperhatikan dalam revisi UU Migas adalah tata kelola migas harus diarahkan untuk mencapai ketahanan energi dan juga terkait peran kelembagaan pelaku pengelolaan migas di Indonesia, yakni SKK Migas dan PT Pertamina (Persero) Tbk harus diperjelas.
Sedangkan terkait ketahanan energi, Zamroni mengatakan, revisi UU Migas harus dapat mengakomodasi keberadaan migas non konvensional, seperti shale oil atau shale gas, sebagai usaha diversifikasi energi.
"Revisi UU Migas juga harus menciptakan cadangan strategis BBM dan gas, serta Pemerintah juga harus menunjuk sebuah lembaga yang bertanggungjawab terhadap pengamanan cadangan migas," ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (29/11/2016).
Zamroni menyebutkan, Pemerintah bisa membentuk dana migas (petroleum fund) dengan didanai oleh pendapatan negara dari industri migas dan dapat digunakan untuk reinvestasi pada industri energi.
"Cadangan migas nasional harus bisa dikapitalisasi oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara) migas sebagai modal finansial untuk mencari cadangan migas baru di dalam maupun luar negeri," katanya. (icl)