JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan intimidasi terhadap proses hukum tersangka kasus e-KTP, Miryam S Haryani.
Sebab, kata dia, langkah KPK keliru karena mengirimkan surat daftar pencarian orang (DPO) terhadap Miryam ke aparat penegak hukum.
"Jangan menggunakan ruang publik untuk mengintimidasi proses hukum. Jangan sok gagah kayak dia yang kerja di republik ini, santai aja," kata Fahri di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Jumat (28/4/2017).
Seharusnya, terang Fahri, KPK lebih dulu berkoordinasi dengan kuasa hukum Miryam sebelum menyatakan politikus Partai Hanura itusebagai DPO.
Diketahui, Miryam S Haryani masuk daftar buronan yang diburu lembaga penegak hukum. Hal itu mengemuka menyusul telah dilayangkannya daftar pencarian orang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Kepolisian Republik Indonesia.
Miryam tak berada di rumah saat penyidik KPK menggeledah kediamananya di kompleks Tanjung Barat Indah.
"Hari ini, KPK mengirimkan surat ke Kapolri, NCB Interpol Indonesia tentang daftar pencarian orang atas nama MSH (Miryam S Haryani)," ujar Jubir KPK, Febri Diansyah.
Tersangka kasus dugaan pemberian keterangan palsu di persidangan ini diketahui telah berulang kali mangkir dari pemeriksaan penyidik. Karena itu, lembaga antikorupsi meminta kepolisian untuk mencari dan menangkap Miryam.
"KPK sebelumnya telah melakukan pemanggilan secara patut dan penjadwalan ulang, namun yang bersangkutan tidak datang sampai hari ini. KPK meminta bantuan Polri untuk melakukan pencarian dan penangkapan terhadap tersangka MSH yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus indikasi keterangan tidak benar di persidangan kasus e-KTP," kata Febri.
KPK sebelumnya menetapkan Miryam sebagai tersangka karena memberikan keterangan palsu atau bohong di bawah sumpah pada sidang perkara korupsi e-KTP yang membelit terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangka Miryam melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(yn)