JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Dalam kasus penetapan Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW), Polri diduga menerapkan sistem labeing, yaitu perbuatan yang pada awalnya bukan tindak pidana, tapi kemudian ditentukan sebagai tindak pidana.
Hal itu diungkapkan Direktur Advokasi YLBHI Bahraindalam diskusi dengan ICW di Taman Menteng, Jakarta Selatan, Minggu (1/3/2015). "Proses pidana itu mencari tindak pidana kemudian pelaku. Permasalahan saat ini kondisi BW itu dicari pelaku baru apa tindak pidananya," kata Bahrain.
Lebih lanjut Bahrain mengungkapkan kalau selama ini Polri dalam tiap pemanggilan BW selalu menetapkan pasal yang berubah-rubah, dan tentunya ini menjadi tanda tanya besar bagi penegakkan hukum di Indonesia."Pasal yang dikenakan oleh BW itu berubah-rubah, apakah ini kriminalisasi atau tidak, tapi ini faktanya," ujarnya.
Sementara itu,anggota tim sembilan yang juga pakar ilmu kepolisian, Bambang Widodo Umar menilai bahwa selama ini ada kompetisi kekuasaan antara KPK dan Polri.Pasalnya, sampai saat ini belum ada titik temu antar dua lembaga penegakkan hukum tersebut untuk menurunkan tensi persaingan. Maka bila persoalan ini terus dibiarkan berlarut-larut hukum di Indonesia dipastikan akan carut marut.
"KPK dan Polri saya lihat ada semacam kompetisi kekuasaan, dan ini tidak baik dalam sistem demokrasi di Indonesia," kata Bambang Widodo di tempat sama.
Bambang juga mengungkapkan kalau persoalan KPK dan Polri sangatlah pelik.
Sebab, dua institusi tersebut sama-sama mempunyai kebijakan hukumnya masing-masing dalam menetapkan tersangka seseorang."Cukup pelik masalah ini. Maka perlu ada penanganan serius dari pemerintah untuk bisa menengahi," tandasnya. (b)