JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Mantan Anggota DPRD Provinsi Papua Julius Miagoni menilai rentetan persoalan Pilkada Kabupaten Intan Jaya sangat melelahkan. Sebab, menurutnya, tidak semudah itu Paslon yang dikalahkan Mahkamah Kontitusi (MK) rela menerima kekalahan putusan MK.
Julius menjelaskan, selain sejumlah persoalan yang terjadi pasca-Pilkada Serentak 2017 kemarin terlihat aneh dan tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya, ada tiga alasan mendasar lain yang kian menambah beban persoalan tersebut.
“Pertama, sesungguhnya secara adat, Paslon nomor 3 sudah menyerahkan SK penetapan bupati terpilih kepada Paslon 2, walaupun itu cacat hukum. Tapi sebagai anak adat yang baik, seharusnya konsisten pada penyerahan tanggal 24 Februari itu,” ujar Julius, Rabu (13/9/2017).
Kedua, kata Julius, pihak Adam Arisoi, Rafli Harun, dan MK seenaknya mengubah DPT 8 distrik.
“Pertanyaannya, kalau DPT Distrik Tomosiga yang kenyataannya 500 suara diubah menjadi 14 ribu, lalu diunggah di website KPU RI, KPPS dan PPS siapa yang mengisi dan melegitimasi perolehan suara itu di C1 KWK-nya,” ucapnya.
Alasan ketiga, sambung Julius, kalau KPU RI dan KPU Provinsi menjustifikasi perubahan DPT itu, lantas yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan DPT yang KPU keluarkan sebelumnya?
“Dengan demikian, persoalan Intan Jaya akan mengundang perhatian banyak pihak. Sehingga beberapa pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi terbaik,” ujar tokoh adat Moni Kabupaten Intan Jaya ini.
Lebih lanjut, Miagoni menganggap, terhadap persoalan yang membelit Kabupaten Intan Jaya ini, Kapolda Papua tidak bisa bersikap adil. Kapolda Papua, menurutnya, tidak mampu mengangkat kesalahan yang dilakukan para pejabat di tanah Papua. Ia justru mengangkat tinggi-tinggi kesalahan orang kecil.
Maka itu, ia meminta Kapolda Papua untuk duduk bersama masyarakat dan para tokoh dalam penyelesaian persoalan pembakaran kantor-kantor, dan jangan diproses hukum. Karena jika diproses hukum, berarti ia meminta kasus tersebut diproses seutuhnya, mulai dari MK, KPU RI, KPU Papua, dan pengacara Rafli Harun.
“Duduk bersama untuk memosisikan masalah secara utuh. Kalau Polri mau proses hukum masyarakat kecil yang bakar kantor-kantor di Intan Jaya, maka juga harus proses hukum MK, KPU RI, KPU Papua dan pengacara Rafli Harun yang dengan sadar mengubah DPT 8 Distrik 185 TPS di Kabupaten Intan Jaya,” jelasnya.
Untuk penyelesaian masalah tersebut, ia meminta beberapa pemimpin lembaga negara turut memberikan perhatian.
“KPU RI, MK, Mendagri, Menkumham, Menkoplhukam, Kapolri, Panglima TNI, BPK, KPK, BIN, BAIS, diharapkan bisa memberikan perhatian untuk mencari solusi terbaik bagi Kabupaten Intan Jaya,” tegasnya. (icl)