JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat politik Yudi Latief menilai, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) kental dengan nuansa bagi-bagi kekuasaan dan nepotisme.
Karena itu, Yudi mempertanyakan realisasi ide revolusi mental yang selama ini menjadi jargon yang digembar-gemborkan Jokowi saat mencalonkan diri sebagai calon presiden.
"Revolusi mental gimana? Orang isinya geng-gengnya nepotis," ujar Yudi pada acara diskusi Founding Father House bertajuk "Menanti Kehancuran Negara Republik Indonesia?" di Jakarta, Senin (16/3/2015).
Penulis buku "Negara Paripurna" ini mengatakan, rekrutmen jabatan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK bertentangan dengan gagasan revolusi mentalnya sendiri. Revolusi mental, kata Yudi, tidak dapat diwujudkan oleh kelompok politik yang bermental nepotisme.
"Jokowi ingin revolusi mental, tapi dijalankan oleh orang-orang penumpang gelap atau kontra revolusi, sembilan puluh persen ini nonsen," ungkapnya.
Selain itu, Yudi juga menagih konsep sistem ekonomi Trisakti sebagaimana janji Jokowi. Namun faktanya, ungkap dia, sistem dan kebijakan mantan gubernur DKI Jakarta itu justru membelakangi Trisakti.
"Buktinya tim ekonominya (Jokowi) liberal," tandasnya.
Diketahui, setelah Jokowi resmi menjabat sebagai Presiden, banyak keputusannya yang kontroversi dalam mengangkat pejabat negara dan publik menilainya sebagai ajang bagi-bagi kekuasaan.
Keputusan kontroversial Jokowi di antaranya, pengangkatan Jaksa Agung Prasetyo yang berasal dari Partai Nasdem. Langkah itu menuai protes keras dari masyarakat dan anggota DPR.
Selain itu, pengangkatan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang didominasi muka-muka politisi juga menuai kritikan karena dinilai hanya sebagai bagi-bagi kekuasaan.(yn)