JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia mengkhawatirkan proses praperadilan Setya Novanto (SN) jilid dua. Jika keputusan hakim berlawanan dengan harapan publik dia memprediksi bisa saja memicu chaos.
"Jika keputusan pengadilan besok tidak sesuai dengan harapan masyarakat, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia semakin luntur. Dan pada titik tertentu, negara kita akan mengarah pada situasi chaos dan anarkhis," ujar Doli di Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Menurut Doli, praperadilan Setya Novanto yang kedua ini akan menjadi momentum yang menentukan dalam penegasan Indonesia sebagai negara hukum. Pada peristiwa sidang praperadilan yang akan digelar di PN Jakarta Selatan itulah penegakkan hukum dipertaruhkan.
"Bila putusannya lagi-lagi tidak sesuai dengan rasa keadilan dan bertentangan dengan harapan publik, putusan hukum masih bisa dipengaruhi oleh intervensi politik dan kapital, menurut dia, maka publik akan hilang kepercayaannya terhadap hukum di Indonesia," ujar Doli.
Merujuk pada pengalaman praperadilan yang pertama, kata Doli, dirinya bersama Gerakan Golkar Bersih (GGB) pernah mendatangi Ketua MA, Hatta Ali. Doli dan GGB meminta klarifikasi soal pertemuannya dengan tersangka Setya Novanto di sebuah kampus di Surabaya.
"Yang berdasarkan informasi yang kami dapat, mereka membicarakan upaya SN memenangkan pra peradilan. Dan kami juga mengadukan prihal itu kepada Komisi Yudisial. Namun sepertinya Ketua MA bergeming, hingga sekarang persoalan itu tidak pernah clear dan faktanya SN memang menang di pra peradilan pertama itu," katanya.
Saat ini, setelah kembali menyandang status tersangka, SN pun kembali mengajukan praperadilan untuk yang kedua kalinya. Sama seperti yang pertama, SN pun masih memiliki keyakinan dapat memenangkannya kembali.
"Keyakinan itu timbul, sama seperti sebelumnya, karena SN merasa masih mendapat dukungan politik dari elite di pemerintahan dan memiliki jaringan serta kemampuan mempengaruhi peradilan," kata Doli.
Dari praperadilan yang pertama, ia menyaksikan banyak sekali terjadi kejanggalan yang dilakukan oleh Cepi Iskandar sebagai Hakim Tunggal, baik dari proses maupun putusannya.
"Setidaknya saya mendapatkan dua hasil eksaminasi dari dua lembaga yang kredibel, yang menyimpulkan seperti itu (kejanggalan-red)," ucapnya.
Belajar dari kejadian itu, Doli berharap dan meminta kepada Ketua MA agar bisa benar-benar dapat menjamin impartialitas lembaga peradilan dan independensi para hakim, lembaga dan aparat yang dipimpinnya.
"Begitu juga dengan KY, yang harus lebih punya "gigi" dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya persidangan dan para hakim," tandasnya.
Seperti diketahui, Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK setelah ditetapkan kembali menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Sebelumnya, dia sempat lolos dari status tersangka setelah memenangi gugatan praperadilan melawan KPK.
Dalam kasus ini, Setua Novanto diduga bersama sejumlah pihak lain telah merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Setya Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(dia)