JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Terjadi perubahan substansi pasal penghinaan terhadap presiden. Dalam pasal yang tertuang pada KUHP, delik pidana bersifat umum. Sedangkan dalam RKUHP, pasal penghinaan presiden masuk ke delik aduan.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP, Adies Kadir menyadari, pasal penghinaan presiden pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Hal itu sebagaimana tertuang dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Namun, kata dia, pasal penghinaan terhadap presiden kembali hidup dan dituangkan dalam RKUHP. Dihidupkannya pasal ini seiring dengan perubahan delik yang mengalami perbedaan.
"Dalam Undang-undang besok, presidennya harus melapor sendiri," kata Adies di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (7/2/2018).
Lebih lanjut, kata dia, upaya penghidupan kembali pasal penghinaan presiden terkait dengan penghormatan. DPR ingin memberikan penghormatan tinggi kepada Presiden yang memimpin Indonesia.
"Keinginan kita substansinya adalah, kita ingin presiden kita dihormati agar tidak dilecehkan atau dirusak nama baiknya. Itu saja," lanjut dia.
Menurut dia, penghormatan kepada Presiden Indonesia yang memimpin perlu diberikan. Terlebih Indonesia memiliki aturan, dimana seseorang bisa dijerat karena menghina kepala negara lain yang berkunjung ke tanah air.
"Jadi kalau kita melihat tujuan sperti ini, presiden negara lain masuk ke indonesia, itu sangat kita hormati. Kenapa presiden negara kita sendiri, tidak kita kasih penghormatan," pungkasnya. (icl)