“Bung Hatta (1929) : Bumiputra adalah pembentuk kesadaran pertama yang bersifat menyatukan dalam perjuangan pergerakan kebangsaan dalam melawan kolonialisme. Karena itu, bumiputra atau pribumi adalah konsep perjuangan yang tak bisa dipisahkan dari perjalanan bangsa dan negara Indonesia”.
Menjawab judul artikel ini, perlu perenungan, berimajinasi dan berkontemplasi tentang dunia ini. Setelah Tuhan Yang Maha Esa menciptakan jagad raya, bumi ini belum ada manusia. Tuhan menciptakan Adam sebagai penghuni bumi. Tuhan Yang Mahamengetahui, juga menciptakan Hawa sebagai pasangan Adam. Dalam agama samawi, Adam-Hawa adalah sepasang manusia pertama dari Surga yang diturunkan di bumi ini oleh Tuhan.
Dari sepasang manusia Adam-Hawa inilah menusia berkembang anak beranak. Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal mengembara berkelana kemana-mana. Mereka menetap, berkoloni, membuat batas teritorial dan membangun peradaban. Musim dan makanan yang mereka makan itulah yang patut diduga membuat postur dan wajah manusia di dunia berbeda-beda.
Mereka berkembang dan berkoloni sebagai bangsa. Hal ini sesuai dengan Firman Tuhan : “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan, dan Kami ciptakan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling berkenalan, sesungguhnya yang dimuliakan oleh Allah SWT adalah taqwa di antara kalian”.
Tercatat suku Indian, pemukim pertama Amerika Utara datang dari Asia lebih dari 20.000 tahun yang lalu. Mereka mengikuti hewan buruannya lewat Selat Bering. Mereka menetap dan membangun peradaban. Pada abad 16 orang Eropa datang, sehingga terjadilah pertempuran antara Indian dengan pendatang. Walupun Indian berasal dari Asia, karena pendatang pertama, mereka disebut penduduk asli Amerika Utara.
Warga Negara Indonesia
Pasal 26 (1) UUD 1945 Asli dan Pasal 26 (1) UUD hasil amandemen : “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. Berarti WNI ada 2 komponen yakni ‘bangsa Indonesia asli’ dan ‘bangsa lain’. Sungguh cerdas dan waskita para pendiri republik ini dalam membaca situasi.
Penyusunan UUD 1945 yang disahkan 18 Agustus 1945 tidak bisa lepas dari situasi atau suasana kebatinan yang melatarbelakangi kemerdekaan. Setelah Sun Yat Sen berkuasa di China, peraturan pemerintah di Hindia Belanda tahun 1920 membagi 3 kelompok status sosial (1) European /Eropa (2) Vreemde oosterlingen /Timur Asing, yaitu orang China dan Arab (3) Inlander / Pribumi.
Plakat-plakat yang bertuliskan “Verboden Voor Honden en Inlander” (Dilarang untuk Anjing dan Pribumi) di tempat pemandian umum, bioskop, gedung mewah sebelum merdeka, merupakan penghinaan yang sangat menyakitkan. Padahal bumiputra atau pribumi memiliki hak azasi. Baca teropongsenayan.com/83183-pribumi-di-mata-perserikatan-bangsa-bangsa.
Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah kemenangan masyarakat pribumi. Merekalah yang mendirikan, memiliki dan menguasai atas negeri ini. Mereka mengaturnya ke dalam suatu konstistusi, yakni UUD 1945 yang disahkan dalam sidang PPKI, pada 18 Agustus 1945. Pengaturan tersebut antara lain kelompok Eropa dan Timur Asing dan lainnya boleh menjadi WNI dengan syarat yang diatur dengan undang-undang.
Orang-Orang Bangsa Indonesia Asli
Asli itu tidak berarti sudah ada bersamaan sejak bumi digelar. Sebab, wilayah-wilayah bumi itu awalnya kosong tanpa manusia. Siapa yang datang duluan dan mendeklarasikan siapa dirinya, dengan batas teritorial kekuasaannya, bisa disebut penduduk asli dari wilayah tersebut dibanding pendatang berikutnya. Siapa yang datang berikutnya disebut pendatang.
Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Ada 505 (limaratus lima) suku bangsa di Indonesia (M. Junus Malalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995). Tidak ada nama-nama suku bangsa Indonesia sebagai nama bangsa di dunia. Artinya mereka adalah orang-orang pertama atau asli yang mendiami pulau-pulau di Nusantara.
Sejarah mencatat, deklarasi pengakuan dirinya sebagai bangsa Indonesia dapat kita dengar dalam sumpahnya pada Konres Pemuda 28 Oktober 1928. Mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Nilai-nilai dan semangat kebangsaan dalam Sumpah Pemuda tersebut menggelora dan mengalir terus menuju Kemerdekaan Indonesia. Karena itulah, teks Proklamasi berbunyi: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. …. dst”. Sejarah inilah yang memberikan jawaban bahwa orang-orang bangsa Indonesia asli itu ada.
Siapakah orang-orang Indonesia asli itu, tak lain dan tak bukan adalah penduduk asli Indonesia atau suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia, yang oleh penjajah Belanda disebut ‘inlander’. Apakah suku bangsa tersebut datang dari Yunan atau Asia Muka atau dari mana saja, selama mereka tidak menyandang salah satu nama bangsa, mereka itulah Suku bangsa Indonesia, yakni orang-orang pertama yang menempati nusantara yang masih kosong di kala itu.
Rekomendasi
Pandangan bahwa pribumi atau bumiputra bukan istilah antropologis, tetapi istilah politis yang diciptakan Hindia Belanda, dan di nusantara tidak ada penduduk asli, karena nenek moyang kita dari Yunan, kiranya menjadi gugur. Pribumi di dunia itu ada. Perserikatan Bangsa Bangsa saja memiliki Resolusi PBB 61/295 tentang Hak-Hak Masyarakat Pribumi.
Ketika nenek moyang kita datang, entah dari mana, yang jelas sebagai pendatang pertama mengisi nusantara yang belum berpenghuni, menetap dan membangun peradaban, mereka itulah yang kita namakan penduduk asli nusantara. Mereka hidup bersuku-suku, dengan berbagai macam nama suku, berinteraksi dan bersumpah menyatu menjadi bangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Seyogyanya kita tidak mengatakan “saat ini tidak relevan memberi istilah pribumi dan bumiputra, dimana globalisasi dan silang budaya sudah menjadi bagian dari keseharian”. Mengapa, karena kalimat tersebut patut diduga bersumber atau sengaja dihembuskan kaum globalis, liberalis dan kapitalis. Pemikiran globalis, liberalis dan kapitalis, memiliki niat jahat : “milikku adalah milikku, dan milikmu adalah milikku”. Mereka bermanuver dengan jargon globalisasi, untuk kepentingannya, karena mereka memiliki teritorial sumpek, kekayaan alam cupet dengan penduduk berjubel.
Sebaiknya kita hati-hati dan tidak sembarangan dalam memberikan stigma diskriminasi, sektarian dan intoleran, ketika kita sedang berbicara tentang masyarakat pribumi atau bumiputra. Jangan sampai kita terperangkap skenario mereka. Jangan sampai kita tidak menjadi tuan di negeri sendiri. Jangan sampai nasib bangsa Indonesia asli seperti suku Aborigin, Maori, Indian dan Eskimo, di kelak kemudian hari.
Masyarakat pribumi atau bumiputra adalah orang-orang bangsa Indonesia asli sebagai salah satu komponen dari warga negara Indonesia. Kiranya kita tidak melupakan pesan Bung Hatta : ‘bumiputra atau pribumi adalah konsep perjuangan yang tidak bisa dipisahkan dari perjalanan bangsa dan negara Indonesia’. Insya Allah, amin (*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #