JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Tenaga kerja asing (TKA) saat ini menjadi isu liar tak kendali, terutama setelah adanya Perpres No 20 Tahun 2018 tentang TKA.
Substansi isu ini bahkan cenderung lebih politis dibanding membicarakan isi dari Perpres tersebut.
"Sekarang pembicaraan isu TKA ini semakin gencar dibicarakan karena berkaitan dengan tahun politik. Sehingga berbagai kebijakan yang ada dan dibust oleh incumbent (Presdien Joko Widodo) selalu dikritisi,” kata Pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI), Endang Soesilowati saat dihubungi, Selasa (22/5/2018).
Isu ini, kata dia, semakin liar seiring dengan gencarnya pemberitaan media terkait TKA non skill yang terdata tidak akurat.
“Jadi terkesan banyak pelanggaran sementara pengawasan sangat lemah (oleh Kemenaker) dengan asalan klasik yaitu jumlah pengawas yang kurang dan fungsi Timpora yang tidak maksimal,” jelas Endang.
Padahal, menurut Endang, kalau dilihat dari Perpres TKA yang dikeluarkan Jokowi, saat ini aturan yang ada jauh lebih ketat dibanding era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Perpres 20/2018 ini misalnya berisi 19 bab dengan 39 pasal, sementara jaman SBY hanya 6 bab dengan 19 pasal.
Di Perpres 20/2018 ini juga dicantumkan sanksi sementara di aturan sebelumnya tidak ada. Kelebihan lainnya adalah adanya larangan TKA menduduki jabatan personalia, sementara di aturan sebelumnya tidak ada larangan ini.
Data calon TKA dan biaya yang ditetapkan pun saat ini terperinci, sedangkan di era SBY tidak.
Endang mengakui, ada beberapa hal yang menjadi buah simalakam dari Perpres 20/2018 yaitu adanya paket investasi berupa dana sekaligus tenaga kerja yang disediakan investor.
Hal ini menurutnya sulit ditolak, karena di satu sisi Indonesia membutuhkan investasi yang besar untuk pembangunan infrastruktur.
Perpres 20/2018 yang dikeluarkan Jokowi itu juga tidak diikuti dengan peraturan menteri yang memadai. Misalnya tidak adanya aturan perbandingan untuk satu TKA dengan 10 tenaga kerja lokal. (Alf)