SURABAYA (TEROPONGSENAYAN) --Hasil hitung cepat semua lembaga survei menempatkan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elistianto Dardak unggul cukup jauh dari pasangan Syaifullah Yusuf (Gus Ipul)–Puti Guntur Sukarno di Pilgub Jawa Timur 2018.
Prosentase kemenangan Khofifah–Emil sekitar 54,3% suara. Sedangkan Gus Ipul–Puti hanya meraih 45,7% suara. Selisihnya cukup jauh, yakni 10%.
Meski kemenangan Khofifah–Emil masih bersifat sementara, namun hitung cepat ini mengakhiri puasa kemenangan Khofifah setelah sebelumnya dua kali kalah di Pilgub Jatim pada tahun2008 dan 2013.
Uniknya, hasil Pilgub di kandang Nahdliyin ini juga menjadi rekor tersendiri bagiPKB dan PDIP yang menjadi partai utama pengusung Gus Ipul–Puti. Dimana duet PKB-PDIP sudah tiga kali tidak pernah menang di tiga Pilgub Jatim terakhir.
Pada Pilgub Jatim 2008, PKB yang mengusung pasangan Achmady–Soehartono tumbang di putaran pertama. Kekalahan kembali dialami PKB pada Pilgub 2013 saat mengusung pasangan Khofifah–Herman.
Sedangkan PDIP yang pada 2008 mengusung Sutjipto–Ridwan Hisjam juga bernasib sama dengan PKB: tumbang di putaran pertama. Impian PDIP menempatkan kadernya sebagai pemimpin Jatim kembali kandas setelah pasangan yang mereka usung Bambang DH–Said Abdullah kembali menelan pil pahit.
Dalam catatan redaksi, kegagalan PDIP dan PKB memenangi Pilgub Jatim 2018 kali ini kontras dengan perolehan suara kedua partai yang pada pemilu 2014 lalu berhasil menempati posisi dua besar Jawa Timur.
Di DPRD Jawa Timur periode 2014-2019, PKB memiliki kursi terbanyak yakni 20 kursi.Sementara PDIP menempati posisi kedua perolehan kursi terbanyak di DPRD Jatim, yakni 19 kursi.
Praktis, kekalahan PDIP dan PKB dalam menyokong paslon petahana Gus Ipul—Puti ini membuat banyak kalangan penasaran. Sebab, hasilnya tidak berbanding lurus dengan perolehan suara di Pileg 2014.
Menanggapi fenomena ini,CEO Initiative Institute, Airlangga Pribadi Kusman menilai, tidak selarasnya jumlah Nahdliyin dengan perolehan suara Gus Ipul-Puti di Pilgub Jatim 2018 setidalnya mengindikasikan dua hal.
Pertama, warga NU yang selama ini dianggap dekat dengan PKB, sudah tidak sepenuhnya menganggap Partai besutan Muhaiamin Iskandar (Cak Imin) sebagai saluran politik utama di Jawa Timur.
Atau dengan kata lain, di Pilgub ini warga NU Jatim gagal dikonsolidasi untukdikerahkan mendukung paslon jagoan PKB.
"Warga NU sekarang ini memang cenderung lebih bebas dalam menyalurkan suaranya setelah banyaknya tokoh NU di berbagai partai," kata Airlangga kepada wartawan, Rabu (27/6/2018).
Kedua, lanjut Airlangga, dalam konteks pemilihan kepala daerah, faktor tokoh lebih menentukan ketimbang dukungan partai.
Sementara, menurutnya, warga Jatim melihat sosok Khofifah–Emil lebih memiliki kapabilitas dibandingkan Gus Ipul-Puti. (Alf)