JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak reformasi 1998 dinilai gagal membangun soft infrastructure atau kelembagaan. Akibatnya, kesejahteraan yang diharapkan masyarakat tak kunjung bisa terwujud.
"Soft infrastructure atau kelembagaan menjadi dasar penting bagi bangunan demokrasi. Namun ini gagal dibangun di Indonesia," papar Hariman Siregar, Direktur Indonesia Democracy Monitor (Indemo) di Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Saat berdiskusi dengan TeropongSenayan, Hariman mengungkapkan kegagalan sistem demokrasi membangun kelembagaan akibat dibegal para pemodal. Kini hampir seluruh lini sistem demokrasi dikuasai para pemodal.
"Mereka telah menjadi bandar bagi para politisi maupun parpol. Bahkan, para pemilik kapital itu juga telah menjadi bandar untuk Istana," tegas Hariman yang juga tokoh peristiwa Malari tahun 1974 ini. Sebagai aktivis dia prihatin dengan kondisi ini.
Hariman mengingatkan tanpa soft infrastructure atau kelembagaan yang mapan maka demokrasi Indonesia akan menemui jalan buntu. Dia memperkirakan bukan tidak mungkin akan kembali hadirnya perilaku otoritarian.
Soft infrastructure atau kelembagaan sebagai dasar demokrasi itu meliputi bukan hanya birokrasi pemerintahan, namun juga proses regerasi kepemimpinan hingga tatanan sosial-politik yang sehat. Tanpa ini demokrasi menciptakan kegaduhan.
Hariman menunjukkan, akibat demokrasi gagal membangun soft infrastructure maka pemerintahan berjalan tanpa arah akibat lemahnya kepemimpinan. Sedang parlemen bekerja tanpa melaksanakan amanah atau kepentingan rakyat.(ris)