JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Judilherry Justam memang tak muda lagi. Namun, pria kelahiran Bukittinggi 67 tahun yang lalu ini memang tidak kehilangan energi dan semangat sebagai aktivis tulen.
Apalagi saat dikelilingi para sahabat dan koleganya, baik para aktivis maupun berbagai kalangan. Itulah yang tampak pada diri Judilhery saat peluncuran otobiografinya, Kamis (27/8/2015) disebuah hotel di Jakarta.
Lugas dan tetap penuh semangat-bahkan masih meledak-ledak-dokter lulusan FKUI ini meluncurkan buku berjudul 'Judilherry Justam, Anak Tentara Melawan Orba'. Alhasil, acara itu berjalan hangat namun tetap segar.
Rahman Tolleng, tokoh dan panutan para aktivis, yang menjadi salah satu pembahas langsung membawa suasana hangat itu. "Judilherry adalah salah satu sebuah anomali dalam gerakan mahasiswa di Indonesia," ujar Toleng.
Tolleng menilai anomali lantaran meski sudah tak lagi menjadi mahasiswa atau berakhirnya status mahasiswa tidak berhenti menjadi aktivis. Sebab Judilherry justru bergabung dengan Petisi 50 dan tak henti melakukan perlawanan terhadap Orba.
"Langkahnya sering di katakan na'if seperti yang di ucapkan rekannya Hariman Siregar," ujar Tolleng. Judilherry tak hanya sesama dokter lulusan FKUI dan Ketua DM UI, namun juga mendekam di penjara sebagai tahanan politik bersama Hariman.
Mengaca pada Judilherry, menurut Tolleng, sesungguhnya baik buruknya situasi dan kondisi dalam kehidupan bersama, berbangsa dan bernegara, sangat tergantung dari peran warganegaranya.
Setiap warga negara, menurut Tolleng, harus berkemampuan untuk terus merawat secara aktif negaranya dan tidak terbatas di dalam ruang privat. Gerakan mahasiswa, yang pernah dilakoni Judilherry, sebagai tumpuan masyarakat.
Bagi Ariady Achmad, Judilherry adalah sosok aktivis yang tak pernah kendur melakukan perlawanan terhadap rezim Orde Baru dalam berbagai kesempatan dan bidang kehidupan kemasyarakatan.
"Judilherry adalah seorang yang konsisten dalam langkah-langkahnya melawan rezim orba. Dia juga sosok yang cermat dalam mendokumentasikan langkah-langkah politiknya," papar Ariady Achmad.
Sebagai salah satu tokoh Malari, Judilherry Justam adalan sosok yang mampu memberikan perspektif buat zamannya sebagai bagian dari sejarah penting perjalanan bangsa. Kendati konsekuensi pahit harus dia lakoni.
Judilherry tak hanya meringkuk dalam penjara, namun juga kehilangan ijin praktek sebagai dokter akibat akvititasnya menentang penguasa. Namun, dia tetap bisa menjalani profesi lain yang berhubungan dengan ilmu yang dipelajarinya.
Selain Toleng yang membahas buku Judilherry adalah Hilmar Faridz. Sedang sejarawan Bonnie Triyana sebagai moderator. Selain Hariman Siregar acara juga dihadiri sejumlah tokoh dan aktivis lintas generasi dan afiliasi politik.(ris)