JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pelaksanaan Pemilu 2019 belum dimulai, namun Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Nusa Tenggara Barat (NTB) dilanda kisruh internal. Setelah aksi penyegelan kantor, kini calon legislatif (caleg) dari PSI NTB ramai-ramai menyatakan diri mundur dari partai.
Sedikitnya empat caleg dari PSI NTB menyatakan mundur. Mereka menyatakan sikap mundur lantaran merasa tidak puas terhadap sistem pengelolaan partai.
Wakil Ketua PSI Kota Mataram, Zulkarnain, mengatakan aksi mundur tersebut lantaran rasa kekecewaannya terhadap sistem yang terbangun dalam kepengurusan DPW PSI NTB.
"Latar belakang kami menyatakan sikap keluar dari PSI adalah karena pengelolaan PSI di NTB oleh DPW PSI NTB dilaksanakan secara tertutup. Dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategis tidak pernah melibatkan DPD PSI yang ada," ucap Zulkarnain, Sabtu (22/9/2018).
Dia juga mengungkapkan, dalam pengelolaan anggaran tidak ada keterbukaan terhadap kader yang lain. "Di samping itu akses komunikasi dengan DPW sangat terbatas dan sulit," ucap dia.
Menurut Bro Zul sapaan akrabnya, ketika DPD mengajukan pertanyaan yang substansial terkait masalah pengelolaan anggaran, ketua DPW selalu menjawab dengan intimidasi pemecatan.
Dia juga menilai struktur partai kurang etis lantaran ketua dan bendahara DPW PSI NTB merupakan pasangan suami-istri.
"Hal ini terbukti dalam struktur organisasi DPW PSI yang terdiri dari Putrawangsa sebagai ketua, dan Afriana Jauhari sebagai bendahara, sementara mereka adalah suami dan istri, sehingga fungsi check and balance terhadap keuangan dan program organisasi tidak dapat berjalan dengan maksimal," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPW PSI NTB, Putrawan Tasal Sukma Prawira menyatakan siap memberi sanksi pemecatan terhadap kader yang tidak sejalan dengan partai dan melakukan penyegelan kantor.
"Kita sudah ajak dan undang secara resmi mereka untuk duduk mencari solusi dengan musyawarah mencapai mufakat. Apa yang mereka pertanyakan agar kita jawab. Tapi, mereka tidak mengindahkan, sehingga partai siapkan sanksi terberat yakni diberhentikan,”tuturnya.
Menurut Bro Zul sapaan akrabnya, ketika DPD mengajukan pertanyaan yang substansial terkait masalah pengelolaan anggaran, ketua DPW selalu menjawab dengan intimidasi pemecatan.
Dia juga menilai struktur partai kurang etis lantaran ketua dan bendahara DPW PSI NTB merupakan pasangan suami-istri.
"Hal ini terbukti dalam struktur organisasi DPW PSI yang terdiri dari Putrawangsa sebagai ketua, dan Afriana Jauhari sebagai bendahara, sementara mereka adalah suami dan istri, sehingga fungsi check and balance terhadap keuangan dan program organisasi tidak dapat berjalan dengan maksimal," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPW PSI NTB, Putrawan Tasal Sukma Prawira menyatakan siap memberi sanksi pemecatan terhadap kader yang tidak sejalan dengan partai dan melakukan penyegelan kantor.
"Kita sudah ajak dan undang secara resmi mereka untuk duduk mencari solusi dengan musyawarah mencapai mufakat. Apa yang mereka pertanyakan agar kita jawab. Tapi, mereka tidak mengindahkan, sehingga partai siapkan sanksi terberat yakni diberhentikan,” tuturnya.(yn/viva)