JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku aneh dengan langkah pemerintah yang menaikkan harga BBM jenis Premium, tapi hanya berselang beberapa menit hal itu dibatalkan.
"Saya tadi meminta staf saya membuat kajian tentang cara pemerintah sekarang mengambil hak-hak masyarakat dengan cara menaikkan harga secara sepihak dan menyerahkan kepada Pertamina," kata Fahri di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Ia lantas membandingkan dengan zaman Orde Baru kala Indonesia dipimpin Presiden ke-2 RI Soeharto. Saat itu, kenaikan harga BBM merupakan hal yang sangat luar biasa.
"Diumumkan presiden menjelang jam 12 malam. Lalu kemudian besoknya jadi headline, rakyat tuh tahu telah dimulainya kenaikan harga dan itu jarang terjadi. Setelah itu pemerintah ada pidatonya, apa maksudnya ini, dan sebagainya," tuturnya.
"Sepertinya di rezim Orde Baru itu mengambil hak rakyat yang bernama subisidi bahan bakar itu hati-hati sekali dan diselenggarakan dengan baik, supaya masyarakat tahu kenapa dilakukan ini," sambung Fahri.
Sementara, di pemerintahan saat ini, kata Fahri, pemerintah dengan sesuka hati menaikkan harga BBM tanpa pemberitahuan ke masyarakat terlebih dahulu. Padahal, BBM menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Kalau naiknya begini, itu udah kaya BBM di tangan privat, seenaknya. Orang menaikkan harga (BBM), kayak orang menaikkan harga gorengan atau pecel lele kalau kayak begini. Padahal ini kan adalah barang strategis, strategic commodity yang oleh konstitusi dimandatkan khusus kepada negara, pemerintah supaya ini dipegang karena hajat hidup orang banyak. Lah ini kayak lepas dan kayaknya terjadi kekacauan gitu," paparnya.
Fahri pun menyinggung saat pertama kali Jokowi menaikkan BBM dan menerangkan ke publik alasan kenaikan tersebut. Fahri menyayangkan kenapa Jokowi tak lagi melakukan hal yang sama saat ini.
Baca juga: Kenaikan Harga Premium Tiba-tiba Ditunda, Gerindra: Jokowi Panik
"Di awal dulu waktu diumumkan Pak Jokowi bikin wawancara, 'saya rela untuk kehilangan popularitas demi masa depan lebih baik bla bla bla supaya subisidi lebih tepat sasaran bla bla'. Lah sekarang ini apa terus? Tiap hari diam-diam maju-mundur, ini kan ngaco. Saya kira pemerintah harus menjelaskan ulang apa yang Anda lakukan," tutur Fahri.
"Gejala-gejala ini menakutkan menurut saya. Dan itu artinya pemerintah punya masalah yang tidak terbuka kepada publik. Subisidi dicabut diam-diam, harga BBM, tarif dasar listrik naik diam-diam. Lalu kemudian kurs mata uang rupiah dibilang baik. Padahal dia sibuk, BI sudah habis triliunan rupiah untuk menutup lubang persaingan kurs, dan lain-lain," imbuhnya.
Hanya selang beberapa menit, pemerintah membatalkan kenaikan harga Premium. Pertamina, menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, tidak siap menaikkan harga Premium.
"Sesuai arahan Bapak Presiden rencana kenaikan harga Premium di Jamali (Jawa, Madura, Bali) menjadi Rp 7.000 dan di luar Jamali menjadi Rp 6.900, secepatnya pukul 18.00 hari ini, agar ditunda," kata Jonan di kawasan Nusa Dua, Rabu (10/10).(yn)