JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pemerintah membatalkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium, meski 44 menit sebelumnya Menteri Energi Sumber Daya Manusia (ESDM), Ignasius Jonan telah mengumumkan kenaikan harga BBM tersebut.
Pengumuman itu dilakukan di sela-sela pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Badung, Rabu (10/10/2018).
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengatakan, pembatalan kenaikan premium itu mengindikasikan ada tiga persoalan akut di dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pertama, kata dia, adanya pola komunikasi dan unsur ketidakprofesionalan yang serius di dalam tubuh pemerintahan.
“Jika proses pengambilan kebijakan tersebut telah melalui prosedur yang benar, mestinya secara profesional seluruh unsur pemerintahan kompak melaksanakannya dan tidak ada alasan untuk mementahkannya kembali, apalagi sesudah dirilis ke masyarakat,” ujar politikus Gerindra itu di Jakarta, Sabtu (13/10/2018).
Kedua, ucap Heri, pemerintah tidak taat asas dalam menaikan harga BBM non-subsidi tanpa melalui konsultasi dengan DPR adalah sebuah kesalahan. Sebab, setiap kebijakan yang melibatkan pengurangan atau penambahan subsidi haruslah dikonsultasikan terlebih dahulu kepada parlemen.
“Merujuk kepada Perpres No. 191/2014, meskipun fungsi kontrol DPR atas kebijakan harga BBM non-subsidi telah diamputasi, namun DPR perlu dimintai persetujuannya jika terkait penetapan harga BBM bersubsidi,” jelas Heri.
Terakhir, sebut Heri, proses perumusan kebijakan secara keseluruhan menandai lemahnya kepemimpinan dalam Pemerintahan Jokowi. Hal ini, kata dia, terlihat dari kebijakan yang belum matang kajian dan analisisnya, namun tetap diumumkan pemerintah.
“Dari sini, alasan Presiden yang membatalkan kenaikan Premium karena ingin cermat dalam memutuskan harga Premium, sangat tidak masuk akal. Justru pembatalan oleh Presiden, menandakan hal sebaliknya. Pemerintah lagi-lagi sembrono dalam memutuskan sebuah kebijakan sensitif,” kata Heri.(yn)