JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi PemberantasanKorupsi(KPK) belum mau terburu-buru untuk menjerat korupsi korporasi terhadap Lippo Group dalam kasus suap izin pembangunan proyek Meikarta.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, untukmenjerat korupsi korporasi membutuhkan proses yang panjang. Sebab, banyak hal yang harus didalami oleh tim penyidik lembaga antirasuah.
"Tentu ini membutuhkan proses yang panjang," ujar Febri saat dikonfirmasi, Sabtu (20/10/2018).
Febri menjelaskan, penetapan korupsi korporasi sebagai tersangka harus melihat apakah itu tindakan personel atau atas nama perusahaan sesuai dengan berdasarkan peraturan Mahkamah Agung (MA).
"Kalau itu perbuatan personel, berarti orang-orang yang berada di dalam korporasi tersebut yang melakukan. Sedangkan perbuatan korporasi ada beberapa teori yang menjelaskan sebenarnya, pertama tentu harus dibuktikan bahwa ada yang disebut dengan directing mind atau pengendali dari korporasi itu," jelas Febri.
"Nah setelah kita temukan directing mind tersebut tentu harus dilihat instruksinya apa, perbuatan setelah instruksi itu apa untuk kepentingan korporasi, ini tentu butuh pembuktian bagaimana rincian dari kerjasama dari orang-orang yang mendapatkan perintah," lanjutnya.
Selain itu juga, untuk menjerat korporasi sebagai tersangka adalah dengan membuktikan apakah korporasi tersebut mendapat keuntungan atau tidak dalam sebuah proyek.
Namun, ia mengaku hingga saat ini belum ada indikasi-indikasi korupsi korporasi. "Sampai saat ini tentu belum ada kesimpulan, itu karena penyidikan masih kami lakukan pada sembilan tersangka yang sudah kami tetapkan sebelumnya," katanya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini.
Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.
Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.
Bupati Neneng dan kawan-kawan didug menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.
Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan. (Alf)