JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris mendukung upaya Pemerintah Indonesia yang melakukan protes keras terhadap Kerajaan Arab Saudi, karena telah melakukan eksekusi terhadap satu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tanpa adanya notifikasi.
Ia pun mendesak pemerintah mengkaji ulang perjanjian antar kedua negara mengenai pengiriman TKI ke negara tersebut.
"Pemerintah harus mengkaji ulang hubungan kerja sama dengan Arab Saudi, khususnya terkait pengiriman buruh migran Indonesia melalui MoU. Saya lebih menyarankan agar perjanjian itu dibatalkan," kata Charles di Jakarta, Kamis (31/1/2018).
Charles mengharapkan, pemerintah membuat dan mengimplementasikan kebijakan yang melarang pengiriman TKI ke negara-negara tujuan yang sangat lemah dalam sisi perlindungan tenaga kerja.
Ia pun mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan moratorium yang sudah pernah diterapkan pada tahun 2015 lalu.
"Saya mendorong agar moratorium terhadap 21 negara yang pernah diterapkan pada pemerintahan Jokowi di tahun 2015 yang lalu agar diterapkan kembali, sehingga tidak ada lagi pengiriman buruh migran Indonesia ke negara negara yang perlindungan terhadap hak asasi manusianya masih lemah," kata dia.
Lebih jauh Charles menyarankan, moratorium tersebut harus dimanfaatkan pemerintah untuk membenahi sistem pengiriman, penempatan dan terutama perlindungan buruh migran di luar negeri, yang mana negara harus hadir untuk melindungi warga negaranya dimanapun mereka berada.
Menurutnya, pemerintah juga harus mendorong negara-negara tujuan untuk membuat regulasi yang kuat sesuai dengan standar perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, guna melindungi tenaga kerja terlepas dari suku dan bangsa manapun.
"Saya juga berharap pemerintahan Indonesia melihat dari apa yang sudah terjadi selama ini bisa mendorong negara-negara tujuan para buruh migran Indonesia khususnya di Timur Tengah untuk bisa memiliki regulasi yang kuat dalam hal perlindungan tenaga kerja, perlindungan buruh migran, termasuk perlindungan kepada pembantu rumah tangga," paparnya.
"Kalau suatu negara tidak memiliki regulasi yang kuat dalam hal perlindungan HAM pekerja rumah tangga, maka pemerintah tidak boleh mengirimkan buruh migran ke negara itu," ujar dia.(yn)