JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua DPP PSI Tsamara Amany diizinkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk menjadi pembicara di kampus tersebut, pada Rabu (14/11/2018) kemarin. Tsamara tampil sebagai pembicara dalam acara Feminist Talkshow bertajuk ‘Perempuan dalam Kebijakan Publik’.
Padahal, sebelumnya politisi Gerindra Sudirman Said beberapa bulan lalu dilarang untuk menggelar diskusi serupa di UGM.
"Kita hormati sikap pimpinan UGM, beliau-beliau pasti memiliki pertimbangan dan wisdom dalam memutuskan apapun," kata Sudirman di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
"Soal saya kan sudah selesai lama. Kita harus terus berfikir ke depan dan memikirkan kepentingan banyak orang," tambahnya.
Namun, Sudirman meminta agar UGM dan seluruh universitas di Indonesia mampu menjaga marwahnya. Selain itu, Sudirman ingin agar kampus bisa memberi ruang untuk menyampaikan pendapat secara bebas.
"Saya dan masyarakat pasti berharap agar seluruh kampus mampu menjaga marwahnya sebagai pusat pemikiran dan peradaban yang dapat diandalkan. Sebagai pusat pemikiran kampus harus terbuka menjadi sarana diskursus, memberi ruang kebebasan berpikir dan berpendapat," paparnya.
Menurutnya, dari diskursus pemikiran yang bebas itu diharapkan akan lahir ide-ide terbaik untuk bangsa. Yang bisa menyelesaikan persoalan di negeri ini.
"Bila kampus mulai partisan, risikonya kehilangan kesempatan menyerap keragaman gagasan dan perspektif," ujarnya.
Bagaimanapun, Sudirman menganggap lembaga pendidikan pada setiap level adalah instrumen negara untuk mencerdaskan anak bangsa.
"Negara akan hidup selamanya, sedangkan pemerintahan akan mengikuti siklus demokrasi, silih berganti," ucap mantan Menteri ESDM ini.
Apabila universitas berpihak pada satu atau dua periode pemerintahan saja, maka kampus tersebut akan mengalami kerugian. Karena kampus mengabaikan fungsi yang luhur dan lestari.
"Yaitu menjaga kepentingan negara dan bangsa. Ada banyak lembaga yang harus dijaga netralitasnya dalam situasi apapun," tegas Sudirman.
Misalnya saja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kepolisian Negara Republik Indonesia, Aparat Sipil Negara (ASN), dan Badan Intelejen Negara (BIN), karena kata negara yang disematkan pada lembaga-lembaga itu menunjukkan lembaga itu memiliki fungsi luhur menjaga kepentingan negara keseluruhan.
"Karenanya tidak boleh berpihak pada satu warna politik tertentu," imbuhnya. (Alf)