JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Analis Politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah menanggapi putusan Pengadilan Tipikor Bandung yang hanya menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjarakepada Billy Sindoro, aktor suap terkait skandal perizinan megaproyek Meikarta, Bekasi Jawa Barat.
Vonis Billy Sindoro ini lebih rendahdari tuntutan jaksa yakni 5 tahun hukuman penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dedi menyebut, vonis tersebut terlalu ringan.Sebab, menurutnya,kasus yang menyeret Bupati BekasiNeneng Hasanah Yasinke ruang pesakitan itu merupakantindakan kriminal luar biasa.Dedimenyesalkan putusan Hakim Tipikor tersebut.
Hal ini, kata Dedi juga menggambarkan bahwa pemerintah belum menganggap korupsi sebagai tindakan kriminal luar biasa. Pemerintah tidak serius memberantas korupsi di Indonesia.
"Sangat disayangkan perilaku koruptif dan melibatkan pejabat publik, lalu menerima hukuman hanya 3,5 tahun. Tidak berlebihan jika kita harus katakan pemberantasan korupsi masih setengah hati" ujar Dedi, kepada TeropongSenayan, Sabtu(9/3/2019).
Dedi yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) itu menilai, ada yang harus diperbaiki dalam penanganan tindakan korupsi di tanah air, terlebih kasus yang melibatkan para politisi.
"Ancaman undang-undang bagi penyuap memang maksimal 5 tahun, sementara penerimanya bisa sampai 20 tahun, padahal kejahatan ini rotasinya dari penyuap, tidak ada saran lain kecuali adendum undang-undang, atau revisi total jika mungkin," tugas dia.
Dedi menegaskan, bahwa pola hukum suap menyuap secara politik terlalu klasik dan tertinggal. Dia memberikan gambaran terkait bunyi undang-undang yang lebih memberatkan pada penerima.
"Silahkan cek ulang teks ancaman bagi penyuap, sangat ringan dan terkesan tidak beresiko bagi pelaku, berbeda dengan penerima, sehingga pelaku suap tidak memiliki beban moral maupun sosial ketika menjalankan aksinya, ketika godaan penyuap ini intens, maka penerima berpotensi luruh, seharusnya tidak begitu undang-undangnya, buat saja proporsional, baik pemberi maupun penerima tindakan hukuman maksimal seluruhnya," pungkas Dedi.
Diketahaui, sebelumnya Billy Sindoro divonis penjaraselama 3,5 tahun dengan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan penjara.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Majelis Hakim saat membacakan surat amar putusan di sidang kasus suap proyek perizinan pembangunan Meikarta, di Pengadilan Tipikor Bandung, Kota Bandung, Selasa (5/3/2019) lalu.
"Menyatakan, terdakwa Billy Sindoro telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis hakim.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 5 tahun hukuman penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut hakim, Billy terbukti memberikan suap kepada Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin dan jajarannya di Pemerintahan Kabupaten Bekasi.
Hakim menyebut, uang yang mengalir sebesar Rp 16.182.020.000 dan SGD 270.000. Uang ini untuk memuluskan perizinan proyek Meikarta.
Untuk itu, Hakim menyatakan, Billy bersalah melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsijunctoPasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu, hakim juga menyatakan bersalah terhadap terdakwa lainnya, seperti terdakwa Henry Jasmen divonis penjara selama 3 tahun dan denda Rp 50 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, maka diganti pidana penjara 1 bulan.
Untuk terdakwa Fitradjaja Purnama yang divonis pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan pidana denda Rp 50 juta, jika tidak dibayar diganti pidana penjara 1 bulan. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni dua tahun.
Untuk terdakwa Taryudi divonis penjara 1 tahun 6 bulan, pidana denda Rp 50 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama 1 bulan. Vonis untuk Taryudi juga lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 2 tahun.
Atas vonis ini, Terdakwa Billy Sindorodan Henry Jasmen menyatakan pikir-pikir, sedangkan Terdakwa Taryudi dan Fitradjaja menerima putusan tersebut.(Alf)