JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi XI DPR RI mewacanakan akan mengevaluasi secara menyeluruh kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Evaluasi secara menyeluruh dilakukan menyusul lemahnya kinerja jajaran OJK dalam mengawasi industri keuangan nasional.
"OJK itu perlu dievaluasi total dan menyeluruh. Dari sisi regulasinya harus diperbaiki dan ditegaskan terkait kewenangan OJK khususnya di urusan makro prudential dan mikro, " ujar Haerul Saleh, anggota Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Haerul berpadangan, evaluasi terhadap kinerja OJK harus dilakukan demi meminimalisir dampak sistemik dari banyaknya masalah di sektor keuangan.
Untuk itu, ia bersama jajaran Komisi XI akan kembali memanggil OJK untuk menyelesaikan seluruh masalah mulai dari perundangan-undangan, fungsi pengawasan hingga berbicara sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki OJK.
"SDM OJK kan kebanyakan orang-orang yang tidak dipakai di Bank Indonesia. Artinya dari sisi kualitasnya mereka masih perlu dilatih dan untuk itu perlu ada manajemen pembinaan. Padahal industri ini tumbuh sehingga pengawasannya tidak efektif," tegas Haerul.
Seperti diketahui, saat ini industri keuangan khususnya perbankan tengah dihantui oleh ancaman kredit macet. Sebut saja PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk , dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk yang hingga Juni 2019 lalu memiliki outstanding kredit mencapai Rp 400,47 triliun. Dimana outstanding tadi tersebar di beberapa sektor mulai dari infrastruktur, perkebunan hingga swasta seperti Duniatex Group.
Baru-baru ini, anak usaha Duniatex Group yakni Delta Sandang Tekstil pun kedapatan tidak mampu membayar utang hingga USD 11 juta atau berkisar Rp 154 miliar. Padahal ada10 bank kreditur yang telah menyalurkan kredit senilai Rp 5,25 triliun dan USD 362 juta sepanjang 2018 kepada anak perusahaan Delta Sandang Tekstil.
Selain perbankan, potensi gagal bayar juga dialami oleh industri asuransi Jiwa.Di mana dalam rapat terakhir Komisi XI DPR RI dengan jajaran OJK, diketahui angkat defisit AJB Bumiputera mencapai lebih dari Rp20 triliun.
Tak hanya AJB Bumiputera, perusahaan asuransi pelat merah yakni PT Asuransi Jiwasraya (Persero) juga diketahui belum dapat membayar pemilik polis JS Saving Plan karena terhambat pada upaya restrukturisasi.
"Kalau terkait industri asuransi, masalah yang ada ini harus dilakukan segera ada tindakan. OJK harus segera evaluasi industri keuangan non bank. Bagaimana mereka lakukan bisnisnya sesuai Perundang-undangan supaya kedepannya tidak terjadi hal-hal yang lebih besar lagi," tutup Haerul. (Alf)