JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai, anggota dewandi parlemenseharusnya menjadi oposisi bagi pemerintah yang sedang berkuasa.
"Sesungguhnya semua yang menjadi anggota dewan seharusnya oposisi pemerintah," kata Refly di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Refly membeberkan, bahwa yang membedakan antara sistem pemerintahan parlementer dan presidensial adalah kalau dalam pemerintahan parlementer yang memerintah parlemen.
"Jadi, yang memerintah adalah partai koalisi mayoritas. Makanya disebut Parliament Three Level of Government.Cirinya adalah kekuasaan eksekusi dan legislasi tidak terpisah. Karena itu sistem ini membutuhkan mayoritas," terang Refly.
Menurutnya, bila nilai mayoritas tidak tercapai maka tidak bisa membentuk pemerintahan. Di tengah jalan jika oposisi mengundurkan diri pemerintahan jatuh.
"Kalau pemerintahan presidensial tidak begitu. Ada yang harus dipisah antara kekuasaan dan parlemen," ujarnya.
Refly pun berharap ada pihak-pihak yang memosisikan diri sebagai lawan tanding dalam kekuasaan. Menurut dia, kekuasaan yang tidak dikontrol akan menimbulkan beberapa catatan negatif.
"Kalau saya melihat pemerintah Jokowi ini terlepas dari suksesnya ada beberapa hal yang harus dikritisi. Seperti halnya penegakan hukum," ungkapRefly.
Dia lantas mengungkapkan kritik soal Perppu Ormas dan lemahnya perlindungan hukum bagi penegak hukum di KPK. "Saya tidak puas dengan penegakan hukumnya," ucapnya.
Hal ini harus dijadikan perhatian pemerintah juga oposisi yang kritis terhadap pemerintahan. Agar pemerintah tidak terjerembab," paparnya.
Menurut Refly, tugas untuk mengkritik pemerintah adalah tanggung jawab warga negara yang baik. Warga yang memiliki tanggung jawab ini adalah bentuk mencintai republik. "Jadi bentuk mencintai Republik tidak harus membenarkan apa yang kita anggap salah," urainya. (Alf)